SEJARAH TRADISI ISLAM NUSANTARA
Sejarah Tradisi Islam Nusantara
A.
Pengertian
Tradisi
Tradisi
Islam nusantara adalah sesuatu yang menggambarkan tradisi Islam dari berbagai
daerah di Indonesia yang melambangkan kebudayaan Islam dari daerah tersebut.
B.
Pengertian
Seni Budaya
Seni
merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar
biasa sehingga merupakan sesuatu yang indah. Seni merupakan kebutuhan yang
lebih tinggi diantara lainnya karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan,
keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan proses evolusi manusia untuk dekat
kepada Allah SWT.
Berikut ini adalah pengertian seni budaya
menurut para ahli:
-
HARRY SULASTIANTO
Seni budaya adalah suatu keahlian
mengekspresikan ide-ide dan pemikiran ekstra, termasuk mewujudkan kemampuan
serta imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang mampu
menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih maju.
-
IDA BAGUS PUTU PERWITA
Seni budaya merupakan penunjang sarana
upacara adat.
-
SARTONO KARTODIRDJO
Seni budaya adalah sistem yang koheren karena
seni budaya dapat menjalankan komunikasi efektif antara lain dengan melalui
satu bagian saja dapat menunjukkan keseluruhannya.
-
M. THOYIBI
Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni
yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat
dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan sejarah peradaban manusia.
C.
Tradisi
& Upacara Adat Bernuansa Islami
Setiap
daerah dimana Islam masuk sudah terdapat masing-masing. Ada yang merupakan
pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun temurun. Seperti
halnya di Sumatera, di daerah lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya
namun memberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh tradisi kesukuan
di Indonesia yang bernuansa Islam:
1. Tahlilan
Tahlilan
adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo’a kepada Allah dengan membaca
surah Yasin dan beberapa surah dan ayat pilihan lainnya, diikuti
kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih
(subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT
(tasyakuran) dan mendo’akan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke
3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan
orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam
agam Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure
kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang
bisa dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan
Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut
karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2. Sekaten
Sekaten
adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan
Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan
pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak
dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak
seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang.
Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua
kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
3. Grebeg Maulid
Acara ini merupakan puncak peringatan maulud. Pada malam
tanggal 11 Rabiul Awal ini, dengan Sri Sultan beserta pembesar Keraton Yogya
hadir di mesjid Agung. Dilanjutkandengan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi
dengan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran
dilakukan dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir
bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong (takbir keliling).
5. Muludan
Peringatan
hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan.
Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk
membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang salib. Peringatan Maulid Nabi
sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata. Di
Indonesia peringatan ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari
Presiden sampai rakyat biasa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat nabi (Barzanji)
maupun kegiatan lainnya seperti perlombaa-perlombaan yang bersifat Islami.
6. Tabut/Tabuit
Dilaksanakan
pada hari asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan
Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rosulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah
di Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir
pantai kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah
terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan
makanan. Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerah Pariaman
(Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7. Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat
Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka
dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Qur’an (Kitabullah). Adat Minagkabau
kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara,
syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab
Alloh).
8. Seni Tradisi Genjring
Seni
tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas
pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih
banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif
untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak
muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring
bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai
ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).
Dalam
seni tradisi islam ini, syairan shalawat dilantunkan secara rampak dengan
diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat lokal, tabuhan rebana
ini disebut genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mendekati bunyi rebana
yang mirip bunyi “jring”, orang bilang “genringan”. Seperti halnya kesenian
Islam lain, kesenian ini menggunakan dasar dari kitab Al-Berjanji. Dimana
sebuah kitab yang berisi tentang puji-pujian kepada Nabi Muhammad.
Kesenian
ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk mengarak sunatan. Dalam
prosesi ini, gengring dilakukan sambil jalan beberapa ratus meter menyambut
datangnya pengantin sunatan yang datang dari tempat disunat tersebut. Si anak
dinaikkan becak yang telah dihias, yang kemudian dibelakangnya diikuti para
pemain genjring. Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini
dimaksudkan selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada
si anak (karena perhatian tertuju pada keramaian), juga dimaksudkan adanya
hikmah dari pembacaan sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh antara
12 sampai 30 orang. Penabuh terbang bisa bergantian dan nyanyian dilakukan
secara serempak dengan menggunakan bahasa arab.
9. Kesenian Singiran
Kesenian
ini sangat jarang ditemui karena semakin punah, seiring kemajuan jaman,
meninggalnya para pelakunya, dan sengaja di counter kelompok tertentu (islam
modern) karena dianggap ada penyimpangan dari Islam. Kesenian Singiran
merupakan salah satu bagian integral dari ekspresi seni tradisi ummat Islam.
Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi memperingati seribu hari
kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari) salah satu
warga. Jika dilihat dari isinya, seni tradisi ini berisikan nasehat-nasehat
bagi si mayat dan nasehat kebajikan bagi anak cucu yang masih hidup untuk
selalu mendoakan orang tua mereka.
Kelompok
kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul,
DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai “ Singir Ndjaratan” yang
artinya “tembang kematian”. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian
ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui
pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini
semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan banyak tergantikan
dengan tahlil dan yasinan. Kesenian ini tidak menggunakan alat musik, namun
diiringi tahlil bersama sepanjang pembacaan singir-singirnya. Sedangkan irama
atau langgam singir digunakan langgam-langgam macapat. Secara garis besar
kesenian ini diawali dengan pembacaan tahlil, kemudian bacaan singir secara
bergantian, dan kemudian pembacaan sholawat (srokal) serta diakhiri dengan doa.
10.
Kasidah
Kasidah
(qasidah, qasida; bahasa Arab: “قصيدة”, bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan
Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik
berisi puji-pujian (dakwah
keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat
dalam bahasa Indonesia selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang
penyanyi bintang yang dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan
adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern, misalnya: biola, gitar listrik, keyboardflute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida
Ria dari Semarang yang semuanya perempuan. Lagu
yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Di tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album kasidah modern.
11.
Sholawat
Jawi
Kesenian
Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah
menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul.
Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam.
Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan
syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa,
bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan
lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang menciptakan
tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa yang sampai saat ini tulisannya menjadi
pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun beliau sudah lama meninggal.
Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang sekaligus seniman yang
memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam.
Kesenian
ini merupakan ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya.
Mereka mendapatkan manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai
kubutuhan spiritualitas) sekaligus kebutuhan akan keindahan (seni) juga
terpenuhi. Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh para oang tua (
rata-rata di atas 50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah
lebih senang kesenian yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran
kesenian ini mulai jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini
semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi
lain yang berkembang di daerah atau suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan
perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat menerima Islam. Tradisi-tradisi
tersebut menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
D.
Seni
Budaya Lokal Bernuansa Islami dan Pengaruhnya
Sebagaimana
kita ketahui bahwa masyarakat Indonesia mempunyai berbagai budaya.
Terlebih budaya-budaya itu mengandung seni keislamannya. Namun jauh sebelumnya,
bangsa Indonesia sudah memeluk agama Hindu Budha. Domisnasi kebudayaan ini
berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Islam datang dan mempengaruhi
kebudayaanlokal. Maka terjadilah perpaduan antara kebudayaan local Hindu Budha
dengan kebudayan islam. Dalam pekembangan selanjutnya, dominasi kebudayaan islam
local semakin kuat dan menjadi kebudayaan Nusantara yang bercorak Islam.
Nuansa seni Islami yang telah digarap dan
dipopulerkan masyarakat Islam di Indonesia berpuluh-puluh tahun antara lain:
1. Seni kaligrafi Al-Qur’an dan Al-Hadits
Seni
Kaligrafi yang artinya karya tulis tangan indah hasil kreasi estetik seseorang yang berguna untuk memenuhi kebutuhan jiwa
muslim (rohani) dalam mencintai Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi. Karena
keindahannya, seni kaligrafi ini dapat difunsikan untuk hiasan, logo, stempel,
sampul kitab, pesan-pesan tauhid dan moral untuk kaum muslimin, penulisan
ayat-ayat Al-Qur’an, dan masih banyak lagi fungsi-fungsinya.
Di
Indonesia, seni Kaligrafi ini telah berkembang mulai abad 12 masehi atau
semenjak kerajaan Islam muncul dan berdiri dibeberapa wilayah Indonesia,
seperti Aceh, Demak, Ternate, Tidore, Maluku, Cirebon, Banten, Madura, Nusa
Tenggara barat, dan sebagainya.
Adapun corak atau gaya seni Kaligrafi, yang
berkembang di Indonesia, antara lain, seperti gaya kufi, gaya Naskhi, gaya
Ri’qi, gaya Farisi, dan gaya Diwani.
Gaya kufi ini terdiri dari bentuk-bentuk
geomatris kaku dan matematik. Biasanya digunakan untuk mengias masjid,
gedung-gedung pemerintah, tembok-tembok dinding istana raja, gapura masjid,
majalah, benda-benda senjata dan sebagainya.
2. Hiasan (ornament) Arabeska
Ragam
hias Arabeska, yaitu jenis hiasan yang salin jalin menjalin simpai, lilit
melilit tumpang tindih seperti irama huruf Arab. Ragam hias ini sebenarnya
isinya berupa sederetan huruf Arab, tetapi dibentuk seperti bentuk binatang,
(burung, singa, kuda) manusia maupun buah-buahan, dan sebagainya.
3. Seni music (Handasah al-Shawt)
Istilah
music berasal dari bahasa arab “musiqa” artinya suara. Dalam
pengertian Islam, music atau Handasah al Shawt adalah terbatas pada kualitas
suara untuk jenis irama atau lagu dalam pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Jadi
pembahasan music Islam tidak bertalian dengan keberadaan kualitas
instrumentalnya atau kualitas vokalitasnya.
4. Seni Arsitektur
Kehadiran
Islam telah mendorong lahirnya ciptaan-ciptaan baru dalam seni bangunan yang
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Islam, misalnya bangunan masjid sebagai
pusat beribadah dan berkumpulnya umat Islam. Masjid di Aceh, Demak, Kudus
dan di daerah lain di Nusantara merupakan kekayaan seni arsitektur yang terus
berkembang sampai sekarang. Karya seni arsitektur pengaruh Islam juga
tampak dalam bangunan keraton-keraton kerajaan Islam. Disamping itu, seni
arsitektur juga tampak dalam makam-makam para raja kerajaan Islam di Nusantara.
5. Seni Tari
Di
beberapa daerah di Indonesia terdapat bentuk-bentuk tarian yang berkaitan
dengan bacaan shalawat. Misalnya pada seni rebana diikuti dengan tari-tarian
zipin, bacaan shalawat dengan menggunakan lagu-lagu tertentu.
6. Seni Sastra
Seni
sastra yang berkembang pada zaman Islam umumnya berkembang di daerah sekitar
Selat Malaka (daerah Melayu) dan di Jawa. Ditinjau dari corak dan isinya,
kesusastraan zaman Islam dibagi menjadi beberapa jenis, meskipun pembagian itu
tidak dapat dilakukan secara tegas sebab sering terjadi suatu naskah dapat
dimasukkan ke dalam dua golongan sekaligus.
Jenis-jenis
karya sastra zaman Islam di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Hikayat
Hikayat
adalah cerita atau dongeng yang biasanya penuh dengan keajaiban dan keanehan.
Tidak jarang hikayat berpangkaI pada tokoh-tokoh sejarah atau peristiwa yang
benar- benar terjadi.
b.
Babad
Babad
adaIah dongeng yang sengaja diubah sebagai cerita sejarah. DaIarn babad, tokoh,
tempat, dan peristiwa harnpir semua ada daIam sejarah, tetapi penggarnbarannya
diIakukan secara berlebihan. Contohnya Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad
Giyanti, dan Babad Pakepung. Di daerah Melayu, babad dikenaI dengan nama
sejarah sarasilah (siIsilah) atau tambo, yang juga diberi juduI hikayat.
Contohnya Tambo Minangkabau, Hikayat Raja-raja Pasai, dan Hikayat Sarasilah
Perak.
c.
Suluk
SuIuk
adaIah kitab-kitab yang menguraikan soaI tasawuf. Kitab suluk sangat rnenarik
karena sifatnya pantheisme, yaitu menjeIaskan tentang bersatunya rnanusia
dengan Tuhan (mangunggaling kawulo lan Gusti). Pujangga-pujangga kerajaan dan
para waIi banyak menghasiIkan karya-karya sastra jenis suIuk ini, antara lain ;
sunan Bonang (mengernbangkan iImu suIuk daIam bentuk puisi yang dibukukan daIam
Kitab Bonang), Hamzah Fansuri (menghasilkan karya sastra dalam bentuk puisi
yang bernafaskan keislaman), misalnya Syair Perahu dan Syair dagang.
E.
SENI
BUDAYA LOKAL BERDASARKAN WILAYAH
Setiap wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang
berbeda, oleh karena itu proses akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat
di setiap daerah terdapat perbedaan.
1.Sumatera
Budaya
yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan.
Akulturasi antara dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga
para ulama disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan,
misalnya Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin
ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra Melayu yang bercorak
tasawwuf.
Beberapa karya besar dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.
Beberapa karya besar dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin (Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan pantun.
2. Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa Kuno sebagai hasil akulturasi dengan budaya India yang masuk bersama agama Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap budaya Jawa lebih kecil. Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan huruf Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering digunakan dibanding prosa.
Wayang adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek di daerah Sunda, cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada abad ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam. Karya budaya mereka yang bersifat Islami banyak berupa karya sastra terjemahan dari karya berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya Nuruddin al Raniri. Karya lain yang bersifat asli adalah La Galigo (syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas terdapat pula bentuk kesenian visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni murni, seni terapan dan ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah, senjata, pakaian dan buku. Bentuk hiasan pada ornament diambil dari bentuk flora, fauna dan grafis meniru gaya hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik, sulam dan border.
F.
APRESIASI
TERHADAP TRADISI DAN UPACARA ADAT
Tradisi lama yang masih baik dan bermanfaat perlu
dimanfaatkan dan di jaga kelestarian nya. Namun juga tidakmenutup diri terhadap
hal-hal yang baru yang baik dan sesuai dengan tata budaya kita. Kita juga harus
tetap saling akur walaupun berbeda tradisi atau adat masing-masing.
Sumber materi : Google
Comments
Post a Comment