STUDI PREFORMULASI TABLET ORAL LEPAS-CEPAT SISTEMIK TANPA SALUT ASAM MEFENAMAT
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Salah
satu bentuk sediaan farmasi yang sering dijumpai di masyarakat adalah tablet.
Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan dari
segi formulasi. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah sediaan lebih kompak,
biaya pembuatan lebih murah, dosis tepat, mudah dalam pengemasan, sehingga
penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan sediaan lain (Lachman st al, 1994).
Proses
formulasi sediaan obat harus diawali dengan suatu tahap preformulasi yang
merupakan suatu tahapan yang menentukan keberhasilan suatu sediaan obat dalam
memberikan efek terapi sesuai yang diharapkan oleh formulator. Karakteristik
sifat fisikokimia bahan obat perlu diidentifikasi pada tahap preformulasi.
Karakteristik sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan antara lain
suhu lebur, koefisien partisi, kelarutan, konstante disosiasi, stabilitas, dan
sifat kristal bahan obat. Pada proses pembuatan tablet diperlukan bahan
tambahan yang meliputi bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pelicin, dan bahan
penghancur (Depkes RI, 1979).
Asam
mefenamat merupakan obat analgesik, antiinflamasi dan atireumatik (Reynold,
1982). Karakteristik kimia fisika asam mefenamat yang praktis tidak larut dalam
air, bersifat hidrofob, sehingga sukar terbasahi, serta mempunyai kompresibilitas
yang buruk. Oleh karena itu, untuk pembuata tablet asam mefenamat diperlukan
bahan pengikat yang baik, yang dapat memperbaiki pembasahan dan pengikatan
antar partikel yang hidrofob.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana studi praformulasi sediaan tablet asam mefenamat?
2.
Bagaimana formulasi tablet asam mefenamat?
3.
Bagaimana metode pembuatan tablet asam mefenamat?
4.
Bagaimana evaluasi mutu sediaan tablet asam mefenamat?
C.
TUJUAN
Mengetahui studi praformulasi sediaan tablet asam mefenamat, formulasi
tablet asam mefenamat, metode
pembuatan tablet asam mefenamat, dan evaluasi
mutu sediaan tablet asam mefenamat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
STUDI
PRAFORMULASI
1. Definisi
Tablet Oral Lepas-Cepat Sistemik Tanpa Salut
Tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang paling banyak digunakan. Sebagian
besar tablet dibuat dengan metode kompresi atau pengempaan, yaitu dengan cara
memberi tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Selain
dengan metode kompresi, tablet juga dapat dibuat dengan metode cetak, yaitu
dengan menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang
cetakan (Ditjen POM., 1995)
Tablet immediate release,
atau lepas cepat, atau disebut juga fasting release merupakan
mekanisme pelepasan obat dengan cepat, misalnya segera lepas setelah masuk ke
mulut sebelum ke lambung melalui kerongkongan. Jadi, langsung diabsorpsi di
membran mukosa mulut. Sediaan obat dengan sistem ini keunggulannya praktis
digunakan jika bepergian, tidak memerlukan air, dan bermanfaat untuk yang
kesulitan menelan seperti anak-anak atau lansia. Sistem ini tidak hanya untuk
sediaan obat, tetapi juga digunakan untuk zat pengaroma mulut misalnya.
Biasanya berupa tablet atau mikrosfer. Obat dengan sistem ini akan terhindar
dari adanya efek dari first pass metabolism sehingga
bioavailabilitas obatnya lebih besar dan lebih banyak yang dapat dihantar langsung
ke reseptor. Tablet lepas cepat / Immediated release memiliki bentuk sediaan
yang dirancang untuk melepaskan obatnya segera setelah digunakan. Contohnya obat
yang berfungsi sebagai analgesik (anti nyeri) misalnya Antalgin, obat asma, dan
obat jantung. Tablet oral untuk ditelan ini hampir
90% tablet yang dibuat saat ini penggunaannya melalui mulut. Tablet yang
digunakan melalui mulut di rancang untuk dapat langsung ditelan, kecuali tablet
kunyah. Tablet biasa / tablet telan dibuat
tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan langsung, pecah di
lambung yang mempunyai efek sistemik atau lokal (Syamsuni, 2006).
2. Monografi
Zat Aktif
Rumus bangun:
Rumus molekul : C15H15NO2
Nama molekul : Asam
N-2,3-xililantranilat
Berat molekul : 241,29
Pemerian : Serbuk halus,
putih atau hampir putih; melebur pada suhu
lebih kurang 230ÂșC disertai
peruraian.
Kelarutan : Larut dalam
alkali hidroksida, agar sukar larut dalam klorofom, sukar larut (Ditjen
POM, 1995).
3. Organoleptik
Warna
|
Rasa
|
Aroma
|
Bentuk
|
putih atau hampir putih
|
pahit
|
Khas asam mefenamat
|
Serbuk Halus
|
4. Sifat-Sifat
Fisikomekanik / Karakteristik Fisik
Asam mefenamat mengandung tidak
kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102% C15H15NO2.
Asam mefenamat merupakan serbuk hablur, putih, melebur pada temperatur kurang
lebih 230ÂșC disertai penguraian. Asam mefenamat larut dalam larutan alkali
hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan
methanol, dan praktis tidak larut dalam air. Asam mefenamat merupakan analgesik golongan
AINS (Anti Inflamasi Nonsteroid) yang berkhasiat antiinflamasi, analgesik, dan
antipiretik, diantaranya: nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan gangguan
otot skelet lainnya, nyeri ringan sampai berat. Obat ini mempunyai efek samping
yang lebih sedikit dibanding AINS lain (Depkes RI, 2000). pKa : 4,2, Koefisien
Partisi : Log P (octanol/air) = 5,1 (Moffat dkk., 2004).
Farmakokinetik : T1/2 eliminasi :
2-4 jam, protein binding : 99% dan obat 52% diekresikan melalui urin dan 20%
diekresikan di feses. Menurut Biopharmaceutical Classification System senyawa
ini memiliki sifat kelarutan yang rendah dan daya tembus membran tinggi,
kecepatan disolusi obat secara invivo besar jika dosis obat ditingkatkan (Depkes
RI, 2008). Asam mefenamat merupakan turunan dari Asam N-Arilantranilat yang
berkhasiat sebagai antiradang untuk pengobatan rematik, dan mengurangi rasa
nyeri yang ringan dan moderat terutama untuk menghilangkan rasa nyeri setelah
operasi gigi. Turunan ini menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, mual,
diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, trombositopenia serta
menimbulkan toksisitas hepatopoitik (Siswandono dan Sukarjo, 2000).
5. Sifat
Kristal
Asam mefenamat suatu senyawa
polimorf yang pada kelembaban tinggi akan mengalami perubahan bentuk. Suatu
polimorf yang mengalami perubahan bentuk akan berubah kelarutan dan kecepatan
melarutnya sehingga akan akan mempengaruhi bioavailabilitasnya. Jika
bioavailabilitas berubah maka efektifitas farmakologi obatpun akan berubah,
sehingga tujuan pengobatan tidak tercapai (Variankava, 2007).
6. Higroskopisitas
Terhadap
udara; higroskopis dan mudah terurai dengan adanya udara (Farmakope edisi IV).
B.
FORMULASI
TABLET ASAM MEFENAMAT
1. Formulasi
yang dibuat
Bahan
|
Konsentrasi
|
Tiap Satuan
|
Tiap Batch
|
Asam mefenamat
|
-
|
250 mg
|
50.000 mg
|
HPMC
|
3%
|
15 mg
|
3000 mg
|
Cross
Carmellose
|
2%
|
10 mg
|
2000 mg
|
Asam stearat
|
2%
|
10 mg
|
2000 mg
|
Mg stearat
|
0,75%
|
3,75 mg
|
750 mg
|
Avicel
|
-
|
226,25 mg
|
45.250 mg
|
2. Fungsi
Eksipien
Komponen tablet:
a. Zat aktif, memenuhi syarat yang ditentukan Farmakope.
b.
Bahan excipient/bahan tambahan
1) Avicel digunakan sebagai bahan
pengisi (diluent) yang berfungsi untuk memperbesar volume
massa agar mudah dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat
aktifnya sedikit atau sulit dikempa.
2)
HPMC
digunakan sebagai pengikat (binder) yang memberikan daya adhesi pada massa
serbuk sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi. Juga
memudahkan tablet saling terikat agar granul dapat terbentuk.
3)
Cross Carmellose:
Bahan penghancur/pengembang (desintegran) berfungsi membantu hancurnya tablet
setelah ditelan.
Misalnya: pati, pati dan selulosa yang termodifikasi
secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang.
4)
Magnesium
stearat digunakan sebagai lubrikan berfungsi mengurangi
gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa
tablet melekat pada cetakan
dan juga sebagai anti-adherent, yaitu bahan yang dapat mencegah melekatnya permukaan
tablet pada punch.
5)
Asam
stearate berfungsi sebagai glidant. Glidant adalah bahan yang
dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk, umumnya digunakan dalam kempa
langsung tanpa proses granulasi.
3. Perhitungan
Bahan
Bobot
Tablet = 500mg
1.
Asam Mefenamat = 250mg x 200
= 50.000 mg =
50gram
2.
HPMC
x
500mg =15 mg
= 15mg x 200
= 3000mg = 3gram
3.
Cross carmellose
x
500mg = 10mg
= 10mg x 200
=2000mg = 2gram
4.
Asam stearat
x
500mg =10mg
=10mg x 200
= 2000mg = 2gram
5.
Magnesium Stearat
x
500mg = 3,75mg
= 3,75mg x 200
= 750mg = 0,750 gram
6.
Avicel = 500mg
-(250+3,75+10+10)mg
=500mg – 273mg
= 226,25mg x
200
= 45250mg = 45,25gram
C.
METODE
PEMBUATAN
Metode pembuatan
tablet asam mefenamat yang digunakan adalah metode granulasi basah. Asam mefenamat memiliki sifat kompresibilitas dan sifat alir
yang tidak baik. Oleh karena itu, metode granulasi basah dipilih untuk
memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir dari asam mefenamat. Granulasi basah yaitu metode
pembuatan tablet dengan mencampuran zat aktif dan eksipien menjadi partikel
yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang
tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya
digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya metode
granulasi basah digunakan untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena
sifat alir dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip
dari metode granulasi basah adalah membasahi
masa tablet dengan larutan pengikat
teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah
tersebut digranulasi (Ansel,1989).
Tahapan dalam metode granulasi basah yaitu sebagai
berikut (Sulaiman, 2007):
1. Penimbangan
semua bahan yang dibutuhkan
2. Pencampuran
awal
Pada
tahap ini zat aktif, pengisi, dan sebagian penghancur dicampur sampai homogen
menjadi fase intragranuler
3. Pembentukan granul basah
Pada tahap ini, ditambahkan pengikat
yang berupa cairan untuk membentuk massa granul basah. Cairan
yang ditambahkan memiliki peranan yang
cukup penting dimana jembatan cair yang terbentuk di antara partikel
menyebabkan kekuatan ikatan antar partikel akan meningkat, gaya tegangan
permukaan dan tekanan kapiler paling penting
pada awal pembentukan granul. Cairan pengikat yang ditambahkan harus dalam
jumlah yang cukup sampai tercapai dispersi yang merata.
4. Pengayakan basah
Jika
sudah diperoleh massa basah atau lembab maka massa dilewatkan pada ayakan dan
diberi tekanan tujuannya agar terbentuk granul sehingga luas permukaan
meningkat, meningkatkan banyaknya tempat kontak partikel dan proses pengeringan
menjadi lebih cepat. Pengayakan basah dilakukan dengan ayakan nomor 14.
5. Pengeringan Granul
Pengeringan
granul diperlukan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat pada granul,
sehingga memenuhi kadar air memenuhi persyaratan. Granul yang dikempa memiliki
kandungan lembab 2-4 %. (Lachman, 1994). Dengan adanya pengeringan, pelarut
akan menguap dan akan terbentuk jembatan padat (bahan pengikatnya berasal dari
material yang digranul, yang terlarut sebagian pada permukaan partikelnya).
6. Pengayakan
Kering
Pengayakan terhadap
granul kering bertujuan agar partikel terdistribusi optimal
dan memperkecil ukuran granul agar diperoleh keseragaman bobot yang baik.
7.
Penimbangan granul yang diperoleh
Bobot granul
kering akan mengalami penyusutan karena kehilangan air selama pengeringan. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan penimbangan ulang untuk menentukan bobot penghancur
yang ditambahkan untuk fase ekstragranuler.
8. Pencampuran
akhir
Pada
tahap ini, dilakukan penambahan bahan pelican dan sebagian bahan penghancur
sebagai fase ekstragranuler.
9. Pencetakan
tablet
Tablet
dicetak menggunakan mesin pencetak tablet dengan nomor diameter punch yang
sesuai dengan bobot tablet. Diameter punch harus sesuai dengan bobot tablet
agar tebal dan lebar atau diameter tablet proporsional.
Keuntungan
granulasi basah antara lain: (Charles, 2010)
1. Kohesivitas
daan ketermampatan serbuk ditingkatkan selama dan setelah pengempaan karena
pengikat yang ditambahan menyalut tiap partikel.
2. Dapat
memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas zat aktif sehingga lebih mudah dalam
proses pengempaan tablet
3. Granulasi
basah mencegah pemisahan komponen campuran serbuk yang homogeny selama
pemrosesan, pemindahan, dan penanganan.
4. Laju
disolusi zat aktif yang tidak larut dapat ditingkatkan oleh granulasi basah
dengan pemilohan pelarut dan pengikat yang tepat
5. Meningkatkan
dan memperbaiki kepadatan serbuk
Akan tetapi, metode granulasi basah juga
memiliki keterbatasan antara lain: (Sulaiman, 2007)
1. Biaya
produksi lebih mahal karena dibutuhkan waktu, ruangan, tenaga, peralatan dan
energi yang lebih banyak
2. Banyaknya
material yang hilang dlam proses karena tahapnya lebih panjang
3. Hanya
dapat digunakan untuk bahan yang tahan panas dan lembab
4. Karena
banyaknya tahapan proses, maka validasinya menjadi lebih banyak dan sulit
5. Dalam
proses granulasi karena pencampuran partikelnya sangat dekat dan intens, maka
kemungkinan terjadi inkompatibilitas semakin besar.
D.
EVALUASI
MUTU SEDIAAN
1.
Uji Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet menjadi
indikator awal keseragaman kadar/kandungan zat aktif. Farmakope Indonesia Edisi
III memberi aturan cara uji keseragaman bobot dan batas toleransi yang masih
dapat diterima, yaitu: tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman
bobot yang ditetapkan sebagai berikut:
Timbang 20 tablet satu persatu,
hitung bobot rata-ratanya dan penyimpangan bobot tiap tablet terhadap bobot
rata-ratanya. Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua
tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar
dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan tidak satupun tablet yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan pada
kolom B. Bila tidak mecakupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet, tidak satu
tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang
ditetapkan kolom A, dan tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom B.
Persyaratan
penyimpangan bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Bobot rata-rata
|
Penyimpangan bobot rata-rata
|
|
A
|
B
|
|
25 mg atau kurang
|
15%
|
30%
|
26 mg- 150 mg
|
10%
|
20%
|
151 mg- 300 mg
|
7,5%
|
15%
|
Lebih dari 300 mg
|
5%
|
10%
|
2.
Uji Kerapuhan/ Friability Tablet
Kerapuhan merupakan parameter yang
menggambarkan kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang
menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan dapat dievaluasi dengan
menggunakan friabilator. Tablet yang
diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibebas debukan dan ditimbang. Tablet
tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100
putaran (4menit). Tablet tersebut selanjutnya ditimbang kembali dan dihitung
persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet dianggap baik
bila kerapuhan tidak lebih dari 1%.
Uji kerapuhan berhubungan dengan
kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukan tablet. Semakin besar
harga persentase kerapuhan, semakin besar massa tablet yang hilang.
3.
Uji Kekerasan Tablet
Uji kekerasan tablet didefinisikan
sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan kekuatan tablet secara
keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet.
Kekuatan tablet diberi skala dalam kilogram. Terdapat sejumlah alat yang dapat
digunakan untuk mengukur kekerasan tablet contohnya Mosanto tester. Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan
terjadi keretakan tablet selama pengemasan, penyimpanan, transportasi sampai ke
tangan pengguna.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang
dikempa. Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin
besar tekanan yang diberikan saat pentabletan akan meningkatkan kekerasan
tablet. Peningkatan jumlah bahan pengikat akan meningkatkan kekerasan tablet
meskipun tekanan kompresinya sama.Kekerasan tablet berhubungan langsung dengan
waktu hancur dan disolusi. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu hancur
lama(lebih sukar hancur) dan disolusi yang rendah.Pada umumnya dikatakan tablet
yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10kg.
4.
Waktu Hancur Tablet
Suatu sediaan tablet yang diberikan
peroral, agar dapat diabsorbsi maka tablet tersebut harus terlarut (terdisolusi)
atau terdispersi dalam bentuk molekular. Tahap pertama untuk tablet agar
terdisolusi segera adalah tablet harus hancur(terdisintegrasi). Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan
sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul/pertikel penyusunnya yang mampu
melewati ayakan no 10 yang terdapat dibagian bawah alat uji. Alat yang
digunakan adalah disintegration tester.
Tablet yang akan diuji(sebanyak 6
tablet) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan penutup dan dinaik-turunkan
keranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37°C. Waktu hancur dihitung
berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Persyaratan waktu hancur untuk
tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15menit. Dalam British Pharmacopoeia (BP) dikatakan jika ada satu atau dua tablet
tidak hancur, maka uji diulangi dengan meggunakan 12 tablet.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
waktu hancur antara lain: bahan tambahan yang digunakan, metode pembuatan
tablet, jenis dan konsentrasi pelicin, tekanan mesin pada saat pentabletan,
sifat fisika kimia meliputi ukuran partikel dan struktur molekul.
5.
Disolusi Tablet
Disolusi adalah proses suatu zat
padat masuk ke dalam pelarut sehingga terlarut.
Disolusi merupakan suatu kontrol kualitas yang dapat digunakan untuk
memprediksi bioavaibilitas. (Sulaiman.2007)
Uji disolusi asam mefenamat dengan
menggunakan alat uji disolusi USP tipe-2, dengan menggunakan pengaduk
dayung.volume medium yang digunakan 900ml dengan suhu percobaan 37±0,5°C dan
kecepatan 100rpm. Asam mefenamat yang terlarut dalam medium disolusi ditentukan
pada menit ke 45. Dengan kriteria penerimaan Q (75%) (Nurhikmah, 2015).
Beberapa faktor yang memepengaruhi
proses disolusi tablet diantaranya adalah kecepatan pengadukan, temperatur
pengujian, viskositas, pH, komposisi medium disolusi dan ada atau tidaknya
bahan pembasah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tablet immediate
release, atau lepas cepat, atau disebut juga fasting
release merupakan mekanisme pelepasan obat dengan cepat, misalnya
segera lepas setelah masuk ke mulut sebelum ke lambung melalui kerongkongan.
Asam mefenamat merupakan obat analgesik, antiinflamasi dan atireumatik yang
praktis tidak larut dalam air, bersifat hidrofob, sehingga sukar terbasahi,
serta mempunyai kompresibilitas yang buruk, berupa serbuk
halus, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih kurang 230ÂșC disertai
peruraian.
Metode pembuatan tablet asam mefenamat yang
digunakan adalah metode granulasi basah. Asam mefenamat memiliki sifat kompresibilitas dan sifat alir
yang tidak baik. Oleh karena itu, metode granulasi basah dipilih untuk
memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir dari asam mefenamat. Evaluasi mutu sediaan tablet ini
yaitu uji keseragaman, kerapuhan tablet, Kekerasan Tablet, Waktu Hancur Tablet,
dan Disolusi Tablet.
B. SARAN
Diharapkan sediaan tablet asam mefenamat
ini banyak memberikan hasil formulasi yang baik dan memenuhi parameter. Untuk saran bisa berisi kritik atau
saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari
bahasan makalah yang telah di jelaskan. Selanjutnya kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi
kebaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C. 1989. Introduction to Pharmaceutical Dosage
Forms. Jakarta: UI-Press.
BPOM, 2008,
Informatorium Obat Nasional Indonesia,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia.
Volume 1 & 2. London: The British Pharmacopoeia Commission.
Departmen
Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departmen
Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen
Kesehatan RI. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jilid II.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Lachman,
L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,
Edisi
Kedua, UI Press, Jakarta.
Moffat,
A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. 2004. Clarke’s Analysis of Drugs and
Poisons. Edisi III. London: Pharmaceutical Press.
Reynolds,
1982, Unit Operation and Processes In
Environmental Engineering,
Texas
A&M University. Brook/Cole Engineering Division, California.
Siregar, Charles J.P. Wikarsa, Saleh. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar
Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siswandono
dan Soekardjo, B. 2000. Kimia Medisinal. Edisi Kedua. Surabaya:
Universitas
Airlangga Press.
Sulaiman,
T.N.S., 2007, Teknologi & Formulasi Sediaan Tablet, Pustaka
Laboratorium Teknologi
Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Syamsuni, 2006,
Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi,
Penerbit Buku. Kedokteran EGC, Jakarta.
Comments
Post a Comment