Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia) : Kandungan Kimia, dan Aktifitas Farmakologis
1. Sistematika Tanaman
Mengkudu (Morinda
citrifolia lignosae) merupakan salah satu tanaman obat yang tersebar hampir
di seluruh Indonesia. Rukmana (2002) memaparkan bahwa tanaman mengkudu pada
beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan istilah eodu, lengkudu, bangkudu,
bakudu, pamarai, mangkudu, beteu (Sumatera); kudu, cangkudu, pace, kemudu
(Jawa); tibah, wungkudu, ai kombo, manakudu, bakudu (Nusa Tenggara); mangkudu,
wangkudu, labanau (Kalimantan); baja, noni (Sulawesi).
Mengkudu atau pace (Morinda
citrifolia L.) merupakan salah satu tanaman obat yang dalam beberapa tahun
terakhir banyak peminatnya. Merupakan tanaman tropis dan liar, mengkudu dapat
tumbuh di tepi pantai hingga ketinggian 1500 m dpl (di atas permukaan laut),
baik di lahan subur maupun marginal. Penyebarannya cukup luas, meliputi seluruh
kepulauan Pasifik Selatan, Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam,
India, Afrika, dan Hindia Barat (Solomon 1999).
Tanaman
mengkudu berbuah sepanjang tahun. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada
umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat >300 biji, namun
ada juga tipe mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya dibungkus oleh suatu
lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya tumbuhnya
tinggi. Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah
dilakukan.
Tanaman mengkudu
diklasifikasikan sebagai berikut (Djauhariya, 2003):
Filum: Angiospermae
Subfilum: Dicotyledonae
Divisi: Lignosae
Famili: Rubiaceae
Genus: Morinda
Spesies: Morinda citrifolia
Beberapa
spesies mengkudu yang ada di Indonesia menurut Heyne (1987) adalah M. citrifolia L, M. eliptica, M. bracteaca, M. speciosa, M. linctoria, dan M. oleifera. Dari spesies-spesies
tersebut diatas, yang telah umum dimanfaatkan yaitu M. citrifolia L. yang dikenal sebagai mengkudu Bogor, spesies ini
yang banyak dimanfaatkan untuk obat. Di Indonesia, produksi tanaman mengkudu
yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat yaitu sekitar 6,04 kg/m2 (2006)
dan pada tahun 2007 mencapai produksi sebesar 8,31 kg/m2 (Departemen
Pertanian, 2008). Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis
tanaman yang rendah dan umumnya memiliki banyak cabang dengan ketinggian pohon
sekitar 3-8 meter di atas permukaan tanah serta tumbuh secara liar di
hutan-hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan di pekarangan. Mengkudu dapat
tumbuh di berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran rendah
sampai 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500 mm/tahun, pH
tanah 5-7, suhu 22-300C dan kelembaban 50-70% (Rukmana, 2002). Buah
mengkudu memiliki bentuk bulat sampai lonjong, panjang 10 cm, berwarna
kehijauan tetapi menjelang masak menjadi putih kekuningan (Djauhariya, 2003).
Menurut Heyne (1987), daun mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau
kekuningan, bersilang hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran
panjang 10-40 cm dan lebar 15-17 cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau
harum dan mempunyai mahkota berbentuk terompet.
2. Kandungan Kimia
Senyawa
kimia dalam tanaman terdiri dari dua bagian, yaitu senyawa metabolit primer
atau yang disebut dengan senyawa bermolekul besar dan senyawa metabolit
sekunder atau yang disebut dengan senyawa bermolekul kecil (Sirait, 2007). Senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman mengkudu diantaranya alkaloid
dan antrakuinon yang berfungsi sebagai antibakteri dan antikanker (Rukmana, 2002).
Menurut Solomon (2002) senyawa antrakuinon, alkaloid dan glikosida terdapat
hampir pada semua bagian tanaman mengkudu terutama bagian daun dan buahnya yang
berfungsi untuk mengobati masalah pencernaan dan gangguan jantung. Senyawa
aktif tersebut bersifat bakterisidal pada bakteri Staphylococcus yang menyebabkan infeksi pada jantung dan Shigella
yang menyebakan disentri, selain itu juga dapat mematikan bakteri penyebab
infeksi diantaranya Salmonella sp, E. Coli dan Bacillus sp. (Solomon, 2002). Sirait (2007) menyatakan bahwa
alkaloid adalah hasil senyawa metabolisme sekunder terbesar dalam tumbuhan yang
mengandung atom nitrogen basa sebagai gabungan dari sistem heterosiklik.
Senyawa alkaloid sering digunakan dalam bidang pengobatan yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif (Karou et al., 2006).
Robinson (1995) menyatakan bahwa senyawa alkaloid dapat mengganggu terbentuknya
jembatan seberang silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan
kematian sel. Struktur kimia alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Kimia
Alkaloid (Sirait, 2007)
Senyawa
metabolit sekunder lainnya dari daun mengkudu adalah saponin. Saponin merupakan
glikosida sterol berdasarkan ketidaklarutannya dalam air dan tidak beracun
terhadap hewan (Robinson, 1995). Kerja saponin dalam menghambat pertumbuhan
bakteri patogen diantaranya menghambat fungsi membran sel bakteri dengan
merusak permeabilitas membran sel yang mengakibatkan dinding sel bakterilisis
(Cheeke, 2001). Menurut Harbone (1987), saponin dapat menimbulkan busa seperti
sabun apabila dikocok dalam air ataupun saat ekstraksi, sehingga dapat membersihkan
materi yang menempel pada dinding usus. Francis et al. (2002) memaparkan bahwa
saponin memiliki kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas membran sel usus,
sehingga akan memudahkan molekul besar terserap dalam tubuh dan terjadi
peningkatan nutrien yang dideposit oleh tubuh serta berpengaruh terhadap
pertambahan bobot badan. Struktur kimia saponin dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Kimia Saponin (Harbone, 1987)
Antrakuinon
merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk turunan kuinon yang biasanya
terkandung dalam jumlah yang sedikit dalam bagian tanaman (Sirait, 2007).
Robinson (1995) menyatakan bahwa antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik
leleh tinggi, larut dalam pelarut organik dan basa. Turunan kuinon ini efektif
dalam menghambat bakteri gram negatif dengan menghambat sintesis DNA bakteri,
sehingga tidak terjadi replikasi DNA bakteri dan bakteri tidak dapat terbentuk
secara utuh (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Struktur kimia antrakuinon dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur Kimia Antrakuinon
(Siswandono dan Soekardjo, 1995)
3. Bagian Tanaman yang Digunakan Sebagai Obat
Dan Manfaat atau Aktifitas Farmakologis
Buah mengkudu mengandung berbagai
senyawa yang penting bagi kesehatan. Hasil penelitian membuktikan bahwa buah
mengkudu mengandung senyawa metabolit sekunder yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan, selain kandungan nutrisinya yang juga beragam seperti vitamin A, C,
niasin, tiamin dan riboflavin, serta mineral seperti zat besi, kalsium,
natrium, dan kalium. Beberapa jenis senyawa fitokimia dalam buah mengkudu
adalah terpen, acubin, lasperuloside, alizarin, zat-zat antrakuinon, asam
askorbat, asam kaproat, asam kaprilat, zat-zat skopoletin, damnakantal, dan
alkaloid (Anon 1997 dalamPohan dan Antara 2001). Senyawa turunan antrakuinon
dalam mengkudu antara lain adalah morindin, morindon dan alizarin, sedangkan
alkaloidnya antara lain xeronin dan proxeronin (prekursor xeronin). Xeronin
merupakan alkaloid yang dibutuhkan tubuh manusia untuk mengaktifkan enzim serta
mengatur dan membentuk struktur protein (Solomon, 1998).
Selain buah dan daun, akar dan biji
mengkudu juga sangat berpotensi untuk dikembangkan. Akar mengkudu dapat
digunakan sebagai bahan obat maupun pewarna karena mengandung senyawa morindon
dan morindin yang dapat memberikan warna merah dan kuning, dan biasa digunakan
sebagai pewarna kain batik (Lemmens dan Buyapraphatsara 2003). Menurut John dan
Wadsworth (2002), biji mengkudu mengandung minyak yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku kosmetik, minyak gosok, dan bahan pembuat lilin.
Berbagai penelitian telah membuktikan adanya aktivitas antibakteri dari
mengkudu. Acubin, lasperuloside dan alizarin serta komponen antrakuinon lainnya
terbukti mempunyai aktivitas antibakteri. Komponen-komponen tersebut dapat
menghambat berbagai bakteri seperti P.aeruginosa, Proteus morgaii,
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, E. coli, Salmonella, dan Shigela
serta dapat digunakan sebagai obat pada infeksi kulit, flu (batuk), dan demam
yang disebabkan oleh bakteri. Ekstrak buah matang menunjukkan aktivitas
antibakteri terhadap P.aeruginosa, M. pyrogenes, dan E. coli (Bushnel et al.
dalam Wang et al. 2002).
Menurut Younos et al.(1990), ekstrak mengkudu mempunyai efek analgesik dan
sedatif. Sifat analgesik dari ekstrak mengkudu bila dibandingkan dengan morfin,
mencapai 75%. Selain itu belum ada laporan yang menyatakan adanya pengaruh
ketergantungan (adiktif) dan efek samping dari jus buah mengkudu. Pada binatang
percobaan, jus mengkudu dapat membuat binatang tersebut lebih toleran terhadap
rasa sakit. Ekstrak buah mengkudu pada berbagai konsentrasi dapat menghambat
produksi tumor necrosis factor-alpha (TNF-a) yang merupakan promotor endogen
tumor (Hokama 1993; Asahina et al. dalam Wang et al. 2002). Hirazumi et al.
(1994) melaporkan bahwa jus mengkudu dapat menekan pertumbuhan kanker lewis
lung carcinoma (LLC), yaitu nama sejenis kanker yang diinokulasikan ke dalam
tikus percobaan melalui aktivitas sistem kekebalan tubuh inang. Hirazumi et al.
(1996) juga melaporkan bahwa jus buah mengkudu berfungsi sebagai imunomodulator
yang mempunyai efek antikanker. Hal itu disebabkan jus mengkudu mengandung
substansi kaya polisakarida yang menghambat pertumbuhan tumor. Kemungkinan jus
mengkudu dapat menekan pertumbuhan tumor melalui aktivasi sistem kekebalan pada
inang (Hirazumi dan Furuzawa 1999). Beberapa peneliti telah melakukan pengujian
aktivitas antioksidan buah mengkudu untuk mengetahui mekanisme efek pencegahan
kanker. Hasil penelitian Wang dan Su (2001) membuktikan bahwa jus mengkudu
sangat potensial untuk menghambat radikal bebas. Aktivitas antioksidan jus
mengkudu dibandingkan dengan tiga jenis antioksidan yang sudah dikenal yaitu
vitamin C, bubuk biji anggur dan piknogenol, yang diukur dengan menggunakan
aktivitas penghambatan superoxide anion radicals (SAR), adalah 2,80x lebih kuat
dari vitamin C, 1,40x lebih besar dari piknogenol, dan 1,10x lebih besar dari
biji anggur.
DAFTAR PUSTAKA
Djauhariya,
Endjo. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Tanaman Obat Potensial. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Pengembangan
Teknologi TRO. Volume 15, Nomor (1).
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.
Jilid I dan II. Terj. Badan Libang Kehutanan. Cetakan I. Koperasi karyawan.
Jakarta: Departemen Kehutanan.
Karou D, Dicko
MH, Simpore J, Traore AS. 2006. Antioxidant
and antibacterial activities of polyphenols from ethnomedicinal plants of
Burkina Faso. Afr. J. Biotechnol.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan
tinggi. ITB Press.
Rukmana, Rahmat. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit.
Yogyakarta: Kanisius.
Sirait, M. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam
Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Siswandono dan Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal.
Surabaya. Airlangga University Press.
Winarti, Christina. 2005. Peluang Pengembangan
Minuman Fungsional Dari Buah
Mengkudu (Morinda
citrifolia L.). Jurnal Litbang Pertanian. Volume 24, Nomor (4).
Comments
Post a Comment