MEKANISME TOKSISITAS DAN TATA LAKSANA TERAPI KERACUNAN RUMAH TANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Racun
adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan
pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia
saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang
terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular
berbisa maupun akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan
maka untuk dapat menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai keracunan
tersebut.
Sebagian
besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat
terjadi akibat pencampuran produk
pembersih rumah tangga yang tidak semestinya atau rusaknya alat rumah tangga
yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu, bensin, oli, batu bara, atau
minyak tanah juga menghasilkan karbon monoksida. Gas karbon monoksida tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
dan tidak menimbulkan iritasi, yang
membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir
bab ini.
Menelan
zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada kelompok
usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak menelan
pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak semestinya
bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman, pestisida,
dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga.
Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa,
lansia dapat menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu,
keracunan dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan
diberikan tidak sebagaimana mestinya.
Hal
yang sama, keracunan juga dapat terjadi
di lingkungan perawatan kesehatan jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan atau
intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan.
Keracunan karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti
jika pecandu heroin tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu
banyak.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud keracunan dan bagaimana klasifikasi keracunan?
2. Apa yang
dimaksud keracunan rumah tangga dan apa saja faktor penyebabnya?
3. Apa saja
informasi umum mengenai zat toksik yang terjadi dilingkungan rumah tangga?
4. Bagimana
mekanisme toksisitas dan penatalaksanaan terapi keracunan dilingkungan rumah
tangga?
C.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami yang dimaksud dengan keracunan, klasifikasi keracunan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami tentang keracunan rumah tangga dan apa saja faktor penyebabnya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami informasi umum mengenai zat toksik yang terjadi dilingkungan rumah
tangga beserta mekanisme toksisitas dan penatalaksanaan terapi keracunan
dilingkungan rumah tangga.
BAB II
MEKANISME DAN
TATA LAKSANA TERAPI KERACUNAN RUMAH TANGGA
A.
Keracunan Secara Umum
1.
Pengertian
Toksisitas
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat
didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek
toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik
lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan
efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia dikatakan berracun
(toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan
efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat
toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor
“tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem
bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.
Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau
toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek
berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu
zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan
mekanisme biologi pada suatu organisme.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa
dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa
untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain.
Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan
juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu,
pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat
kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek
berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu
terjadi.
Pada umumnya efek berbahaya/efek farmakologik timbul
apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis)
dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam mempelajari
interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada
suatu organisme (aspek farmakodinamik/toksodinamik) dan pengaruh organisme
terhadap zat aktif (aspek farmakokinetik/toksokinetik).
Zat
yang dapat menimbulkan keracunan dapat berbentuk:
a.
Padat, misalnya
obat-obatan, makanan
b.
Gas, misalnya CO
c.
Cair, misalnya
alcohol, bensin, minyak tanah, zat kimia
Seseorang dapat mengalami keracunan dengan cara:
a.
Tertelan melalui
mulut, keracunan makanan, minuman
b.
Terhisap melalui
hidung, misalnya keracunan gas CO
c.
Terserap melalui
kulit/mata, misalnya keracunan zat kimia
2.
Etiologi Keracunan
Ada berbagai
macam kelompok bahan yang dapat
menyebabkan keracunan, antara lain:
1.
Bahan kimia umum (Chemical toxicants) yang terdiri dari
berbagai golongan seperti pestisida (organoklorin, organofosfat, karbamat),
golongan gas (nitrogen, metana, karbon monoksida, klor), golongan logam
(timbal, posfor, air raksa, arsen), golongan bahan organik (akrilamida, anilin,
benzena, toluene, vinil klorida fenol), dan alkohol.
2.
Racun yang
dihasilkan oleh makluk hidup (Biological
toxicants) misal: sengatan serangga, gigitan ular berbisa, anjing dll.
3.
Racun yang
dihasilkan oleh jenis bakteri (Bacterial
toxicants) misal: Bacillus cereus,
Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli, dll.
4.
Racun yang
dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan (Botanical
toxicants) misal: jamur amnita, jamur
psilosibin, oleander, kecubung dll.
3.
Tanda dan Gejala
Keracunan
Banyak sekali
gejala dan tanda tanda keracunan yang mirip dengan gejala atau tanda dari suatu
penyakit, seperti kejang, stroke dan reaksi insulin. Seseorang yang telah
mengalami keracunan kadang dapat diketahui dengan adanya gejala keracunan.
Gejala-gejala keracunan tersebut secara umum dapat berupa gejala non-spesifik
dan spesifik, namun kadang kadang sulit untuk menentukan adanya keracunan hanya
dengan melihat gejala gejala saja. Perlu dilakukan tindakan untuk memastikan
telah terjadi keracunan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan periodik urin, tinja,
darah, kuku, rambut dan lain-lain.
Pada umumnya tanda dan gejala yang terjadi pada anak saat
keracunan adalah sebagai berikut:
a) Anak Anda merasa ingin muntah, dimana anak
muntah tanpa sebab yang jelas.
b) Ada luka bakar
di bibir atau mulut anak Anda.
c) Anak Anda susah
untuk dibangunkan.
d) Anak mengalami
kesulitan pernafasan.
e) Anak mengalami
sakit perut.
f) Anak menalami
serangan sakit yang mendadak.
4.
Klasifikasi Keracunan
Klasifikasi
keracunan ada 2 yaitu :
1)
Keracunan korosif:
keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi produk alkali,
pembersih toilet, detergen. Yang menyebabkan radang dan ulserasi jaringan.
2)
Keracunan non
korosif: keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif meliputi makanan, gas ,
obat-obatan.
5.
Patofisiologi
Keracunan
Keracunan dapat
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu faktor bahan kimia, mikroba,
toksin, dan lain-lain. Dari penyebab tersebut dapat mempengaruhi vaskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi-fungsi organ dalam tubuh. Biasanya
akibat dari keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung, gangguan
pernapasan, gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai akibat
keracunan obat dan bahan kimia).
Gejala dan tanda
keracunan yang khas biasanya sesuai dengan jalur masuk racun ke dalam tubuh.
Bila masuk melalui saluran pencernaan, maka gangguan utama akan terjadi pada
saluran pencernaan. Bila masuk melalui jalan nafas maka yang terganggu adalah
pernafasannya dan bila melalui kulit akan terjadi reaksi setempat lebih dahulu.
Gejala lanjutan
yang terjadi biasanya sesuai dengan sifat zat racun tersebut terhadap tubuh.
Mual dan muntah terjadi disebabkan karena adanya iritasi pada lambung sehingga
asam lambung meningkat.
Makanan yang
mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat atau menginaktivasi enzim
tubuh yaitu kolinesterase (KhE). Dalam keadaan normal, KhE ini bekerja untuk
menghidrolisis arakhnoid (Akh) dengan jalan mengikat Akh-KhE yang bersifat
inaktivasi. Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO-KhE lebih
banyak terjadi, maka akibatnya akan terjadi penumpukan Akh di tempat-tempat
tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan dan pada
akhirnya akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik, dan SSP (menimbulkan
stimulasi dan kemudian depresi SSP).
B.
Keracunan Rumah Tangga, Mekanisme Toksisitas, dan Penatalaksanaan Terapi
Keracunan
Selain makanan, keracunan yang biasanya ditemui dalam
kehidupan sehari-hari bias juga disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia rumah
tangga misalnya terhirup atau tertelan detergen, pembersih lantai, ataupun
sabun.
Pada umumnya semua bahan kimia merupakan racun, termasuk
obat-obatan. Bahan kimia beracun di dalam rumah setiap saat dapat mengancam
keselamatan kita, terutama anak-anak. Bahan kimia tersebut dapat berupa oli,
bensin, cuka, dan minyak tanah, racun serangga, obat-obatan yang disimpan
didalam lemari obat, dan lain sebagainya. Seringkali terjadi keracunan pada
anak-anak akibat dari kecerobohan dalam menyimpan bahan kimia yang berakibat
fatal karena rasa keingintahuan anak untuk mengambil dan mencicipi, atau menelannya.
Kecerobohan ini tidak hanya terjadi pada waktu penyimpanan, tetapi juga karena
menggunakanan wadah yang tidak semestinya digunakan sebagai wadah bahan
akibatnya bahan kimia beracun secara tidak sengaja yang ditempatkan di dalam
wadah atau botol sirup, teh botol dan lain sebagainya.
Bahan bahan kimia yang sering digunakan dan disimpan
dirumah tangga adalah sangat beragam. Hal ini perlu diperhatikan oleh
masyarakat umum karena bahan kimia tersebut dapat membahayakan anak-anak,
khususnya balita atau bahkan orang dewasa apabila dalam pelabelan tidak jelas
atau memindahkan bahan kimia ke wadah lain tanpa diberikan keterangan maupun
label.
Bahan kimia yang sering disimpan dirumah tangga antara
lain; deterjen, benzalkonium klorida, natrium lauril eter sulfat, minyak
pelumas, transflutrin, asam kuat, spiritus (metil alkohol), asam cuka, air aki,
aseton (menghapus cat kuku), bensin, pestisida, kamper, kaporit, karbol, minyak
tanah, terpentin, oli, obat obatan, barbiturat, dan lain sebagainya.
1.
Detergen
Detergen merupakan
surfaktan yang terdiri dari beberapa jenis seperti anionik, nonionik, dan
kationik. Surfaktan banyak digunakan pada produk-produk pembersih di rumah
tangga. Beberapa contoh produk pembersih
rumah tangga yang mengandung surfaktan seperti pembersih toilet, pembersih
kaca, produk untuk mencuci pakaian. Detergen atau surfaktan berbeda dengan
sabun. Sabun terbentuk dari garam atau asam lemak dan memiliki toksisitas
rendah dengan proses pembersihan memanfaatkan reaksi penyabunan atau
saponifikasi. Sementara itu, detergen merupakan produk pembersih bukan sabun
(tidak memanfaatkan reaksi saponifikasi untuk mekanisme pembersihan kotoran)
yang dapat berupa granul, cair, dan spray.
Jenis-jenis detergen berdasarkan degradasi zat aktif:
a.
Detergen Keras
Detergen ini mengandung zat aktif yang sukar dirusak oleh mikroorganisme
meskipun bahan itu telah dipakai dan dibuang. Sifat tidak bisa terdegradasi ini
disebabkan oleh adanya rantai cabang pada atom karbon, akibatnya zat tersebut
masih aktif dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Contoh zat ini adalah
alkil benzensulfonat (ABS). Pada umumnya, detegen yang beredar di pasaran
menggunakan ABS sebagai zat aktif.
b.
Detergen Lunak Zat
aktif pada detergen ini relatif mudah dirusak mikroorganisme karena umumnya
memiliki rantai karbon yang tidak bercabang sehingga mudah rusak setelah
dipakai, contohnya alkil benzensulfonat linier ‘linear alkyl benzene
sulphonate’ (LAS). Saat ini sudah banyak detergen beredar di pasaran
menggunakan bahan LAS sebagai zat aktif, terutama yang mengklaim detergen
tersebut sebagai biodegradable.
c.
Detergen Cair
Secara umum, detergen cair hampir sama dengan detergen bubuk dan hanya berbeda
pada bentuk. Produk ini banyak digunakan pada laundry modern menggunakan mesin
cuci kapasitas besar.
Jenis Surfaktan dari detergen dibagi menjadi beberapa
jenis seperti di bawah ini:
a.
Anionik Surfaktan,
dapat menyebabkan iritasi ringan. Contoh Surfaktan anionik adalah sodium alkyl
sulphate dan sodium lauryl sulphate.
b.
Nonionik surfaktan,
sama seperti surfaktan anionik, surfaktan jenis ini hanya menyebabkan iritasi ringan.
Contoh dari surfaktan nonionik seperti alkyl ethoxylate dan Polyethylene glycol
stearate.
c.
Kationik surfaktan,
digunakan pada pelembut tekstil, kondisioner rambut, germicides (bahan pembasmi
kuman). Detergen kationik dapat menyebabkan efek yang berbahaya karena
mengandung ammonium kuartener (Cairan Benzalkonium klorida 10% dilaporkan
menyebabkan efek korosif seperti terbakar). Tertelan dalam jumlah banyak dapat
mengakibatkan gejala gangguan pada sistem saraf pusat. Dosis surfaktan kationik
yang dapat menyebabkan gejala yang fatal pada orang dewasa sekitar 1 – 3 gram.
d.
Amfoterik
surfaktan, merupakan surfaktan yang mengandung dua jenis surfaktan yaitu
anionik dan kationik surfaktan. Surfaktan jenis ini memiliki risiko iritasi
yang rendah jika terkena kulit dan mata, serta mampu mengurangi risiko iritasi
pada jenis surfaktan yang lain. Contoh surfaktan jenis ini adalah Disodium
Lauroampho Diacetate, Sodium Lauroampho Acetate.
e.
Detergen rendah
fosfat dan sabun untuk mesin cuci, sering mengandung zat alkalin yang bersifat
korosif seperti: sodium metasilikat, sodium karbonat, dan sodium tripolifosfat.
Gejala klinis keracunan detergen:
Muntah spontan segera sering terjadi setelah konsumsi
oral. Konsumsi yang besar dapat menyebabkan muntah, diare, dan hematemesis yang
tidak terobati. Dapat terjadi cedera korosif pada bibir, faring, dan saluran
cerna bagian atas. Paparan mata dapat menyebabkan cedera korosif ringan hingga
berat, tergantung pada produk spesifik. Kontak kulit umumnya menyebabkan
eritema ringan atau ruam.
Keracunan detergen
secara tertelan sering kali menimbulkan gejala berupa mual, muntah, batuk,
mengantuk (drowsiness), dan rash (bintik merah pada kulit). Apabila tertelan
dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan gejala muntah yang serius, diare,
hingga hematemesis atau muntah darah. Efek korosif dapat menyebabkan kerusakan
pada mulut, faring, dan saluran gastrointestinal atas. Keracunan karena
terhirup dapat menimbulkan gejala sulit bernapas serta mengi inspirasi dan
ekspirasi. Lebih dari 24 jam sejak terhirup, gejala demam dapat timbul,
disertai dengan perubahan psikis pada korban, hingga sianosis dan kematian.
Terhirup detergen dalam jumlah besar setelah paparan kronik dapat menimbulkan
gejala batuk hebat seketika, serta obstruksi bronkus pada jangka panjang.
Paparan pada mata dapat menyebabkan kerusakan ringan sampai parah, seperti
nyeri pada mata, konjuntivitis, dan inflamasi pada kornea atau keratitis,
tergantung dari jenis produk. Kontak detergen dengan kulit dapat menyebabkan
eritema ringan, rash, luka bakar kimia, dan paresthesia. bahan alkali pada
detergen dapat mengaktivasi enzim protease yang merusak kulit dengan memecah
protein, sementara kandungan fosfat dapat menyebabkan luka bakar kimia.
Mekanisme
toksisitas:
Deterjen dapat
mengendapkan dan mendenaturasi protein, mengiritasi jaringan, dan memiliki aksi
keratolitik dan korosif.
a.
Deterjen anionik
dan nonionik hanya sedikit mengiritasi, tetapi deterjen kationik lebih
berbahaya karena senyawa amonium kuaterner mungkin bersifat kaustik (larutan
benzalkonium klorida 10% telah dilaporkan menyebabkan luka bakar korosif).
b.
Deterjen fosfat
rendah dan sabun pencuci piring listrik sering mengandung bahan korosif alkali
seperti natrium metasilikat, natrium karbonat, dan natrium tripolifosfat.
c.
Deterjen yang
mengandung enzim dapat menyebabkan iritasi kulit dan memiliki sifat kepekaan;
mereka dapat melepaskan bradykinin dan histamin, menyebabkan bronkospasme.
Dosis toksik:
Kematian dan
morbiditas serius jarang terjadi, tetapi sifat dari efek toksik bervariasi
dengan bahan dan konsentrasi produk tertentu. Deterjen kationik dan mesin
pencuci piring lebih berbahaya daripada produk anionik dan nonionik. Untuk
larutan benzalkonium klorida, menelan 100-400 mg / kg berakibat fatal. Produk
yang mengandung fosfat dapat menghasilkan hipokalsemia, hipomagnesemia, tetani,
dan kegagalan pernafasan. Methemoglobinemia dilaporkan terjadi pada wanita
berusia 45 tahun setelah irigasi hidatid kista dengan larutan 0,1% setrimid,
deterjen kationik. Diagnosis didasarkan pada riwayat pajanan dan onset muntah
yang cepat. Mulut yang berbusa atau berbusa juga mungkin menunjukkan paparan.
Studi laboratorium berguna lainnya termasuk elektrolit, glukosa, kalsium,
magnesium dan fosfat (setelah konsumsi produk yang mengandung fosfat), dan
methemoglobin (deterjen kationik).
Pertolongan pertama
keracunan detergen:
Apabila tertelan,
jangan lakukan induksi muntah. Jangan berikan apapun melalui mulut pada korban
yang tidak sadarkan diri. Longgarkan pakaian yang melekat ketat, seperti kerah
baju, ikat pinggang, atau dasi. Bilas mulut menggunakan air bersih, bila pasien
sadar. Posisikan kepala korban ke arah kiri dengan mulut lebih rendah untuk
mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Jika diperlukan, segera bawa korban ke
Puskesmas atau rumah sakit untuk memperoleh pertolongan medis.
Sedangkan apabila
terkena pada mata, segera lakukan irigasi dengan larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%) atau setidaknya air bersih mengalir, sekurangnya selama 15-20 menit
dengan membuka kelopak mata dan dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang
tertinggal.
Kontak dengan
kulit, segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi.
Bersihkan bahan kimia yang masih menempel di kulit dengan hati-hati. Cuci dan
sikat kulit – terutama untuk lipatan kulit, kuku, dan rambut menggunakan sabun
dan air mengalir yang banyak sampai dipastikan tidak ada bahan kimia yang
tertinggal, sekurangnya selama 15-20 menit.
2.
Natrium Lauril Eter
Sulfat
Sodium Lauryl
Ether Sulfate berupa pasta kental
berwarna putih atau kuning cerah; tidak berbau; hampir tidak larut dalam air,
praktis larut dalam aseton, praktis larut dalam etanol; rumus formula C12H26Na2O5S;
berat molekul 328,38; berat jenis 1,03 (20°C); PH 7,5 – 8,5 pada 10% dalam air;
titik didih 100°C, 212°F; titik lebur 0°C, 32°F. Digunakan dalam deterjen cair
seperti sampo, sabun mandi cair, cairan pencuci piring. Pada industri tekstil,
percetakan, pewarnaan, minyak bumi dan industri kulit dapat digunakan sebagai
pelumas, zat pewarna, zat pembersih dan zat pembuat busa (foaming agent).
Golongan : Surfaktan anionik
Sinonim/Nama Dagang :
Fattyalcohol(C12-C14)ethersulphate; Lauryl ether sulfate, Sodium salt; Naxolate
ES-360; Naxolate ES-330; Naxolate ES-230; Naxolate ES-130; Sodium (C10-16)alkyl
ether sulfate; SodiumC12-16EO2.7alkylethoxysulfate; Sodium
alkyl-(C10-C16)-ether sulfate, Sodium Fatty Alcohol Ether Sulfate(AES); Sodium
Polyoxyethylene Fatty Alcohol Sulfate; Sodium lauryl ether sulfate; Sodium
Alkyl Ethoxy Sulphate; Sodium Laury Ethyle Sulfate 70% aqueous solution; Sodium
Alkyl Ethoxy Sulfate 70% aqueous solution; Sodium C10-16 Alkyl Ethoxy Sulphate
(Predominantly C12-C14) 70%; Sodium Laury Ethyle Sulfate 70% 2 Ethoxylate (EO);
C10-C16 alcohol ether ethoxylates; Sulphated.
Tingkat Bahaya, Frasa Risiko dan Frasa Keamanan:
a.
Peringkat NFPA (National Fire Protection Association)
Skala 0-4
Kesehatan 2 : Tingkat keparahan tinggi
Kebakaran 1 : Dapat terbakar
Reaktivitas 0 : Tidak reaktif
b.
Klasifikasi EC (European Commision) Frasa Risiko dan
Frasa Keamanan
R38 : Mengiritasi kulit
R41 : Risiko kerusakan serius pada mata
R36/38 : Mengiritasi mata dan kulit
S2 : Jauhkan dari jangkauan anak-anak
S13 : Jauhkan dari makanan, minuman dan pakan hewan
S25 : Hindari kontak dengan mata
S26 : Jika kontak dengan mata, bilas segera dengan banyak
air dan hubungi dokter
S39 : Kenakan pelindung mata/wajah yang cocok
c.
Klasifikasi GHS (Globally Harmonized System) (Hazard and Precautionary Statement)
Pernyataan Bahaya
H315 : Menyebabkan gangguan kulit
H318 : Menyebabkan kerusakan mata serius
H401 : Beracun terhadap kehidupan akuatik
Pernyataan Kehati-hatian
P264 : Bersihkan tangan seluruhnya setelah penanganan
P273 : Hindari melepaskan ke lingkungan
P280 : Gunakan sarung tangan pelindung/ pelindung mata/
pelindung wajah.
P310 : Segera telpon LAYANAN SENTRA INFORMASI KERACUNAN
atau dokter.
P321 : Pengobatan spesifik (lihat tambahan instruksi
pertolongan pertama pada label ini).
P362 : Lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan cuci
pakaian sebelum digunakan kembali.
P501 : Buang isi / wadah ke tempat pembuangan sampah yang
disediakan.
P302 + P352 : JIKA KONTAK DENGAN KULIT: bersihkan dengan
sejumlah air dan sabun.
P332 + P313 : JIKA IRITASI KULIT TERJADI: segera hubungi
bantuan medis.
P305 + P351 + P338 : JIKA TERKENA MATA: bilas secara
hati-hati dengan air selama beberapa menit. Lepas lensa kontak, jika ada dan
mudah dilakukan. Lanjutkan membilas.
Bahaya terhadap kesehatan:
Organ Sasaran
Kulit, mata, saluran pernafasan, saluran pencernaan.
Rute Paparan:
·
Paparan Jangka
Pendek
Terhirup:
Jika bahan berupa kabut atau uap yang berasal dari pemanasan dapat menyebabkan
iritasi membran mukosa dan saluran pernapasan atas.
Kontak
dengan Kulit: Iritasi kulit, kemerahan, pembengkakan dapat terjadi.
Kontak
dengan Mata: Iritasi mata tingkat sedang sampai berat.
Tertelan:
Dapat menyebabkan iritasi mulut dan saluran pencernaan atas serta mual muntah
dapat terjadi.
·
Paparan Jangka
panjang
Terhirup:
Paparan berulang secara inhalasi dapat menyebabkan bronkitis kronik pada tipe
asma.
Kontak
dengan Kulit: Paparan berulang pada kulit dapat menyebabkan dermatitis atau
sensitisasi.
Kontak
dengan Mata: Dapat menyebabkan iritasi parah jika tidak segera dicuci dapat
merusak jaringan dan dapat menyebabkan kerusakan permanen.
Tertelan:
Jika tertelan dalam jumlah relatif besar dapat menyebabkan sakit kepala, mual,
lesu, kelemahan motorik (motor weakness) dan inkoordinasi.
Toksikologi:
Toksisitas Data pada Hewan (5,6,10) LCD50 oral pada tikus
> 2.000 mg/kg. Toksisitas kulit pada kelinci LD50 yaitu > 2.000 mg/kg. Toksisitas
akut pada ikan air tawar LC50 yaitu 110 mg/L; pada invertebrata ait tawar EC50
yaitu 1-10 mg/L; dan pada alga LC50 yaitu 10-100 mg/L.
Mekanisme toksisitas:
Walaupun sodium
laureth sulfate sendiri tidak beracun, yang beracun sendiri adalah nitrosating agent. Agen nitrosating
dapat terurai dan/atau bereaksi menyebabkan kontaminasi nitrosamin. Nitrosamin
diproduksi dari amina sekunder dan amida dengan adanya ion nitrit dan diyakini
bersifat karsinogenik. Setelah di dalam tubuh, nitrosamin diaktifkan oleh enzim
sitokrom P-450. Mereka kemudian diyakini menginduksi efek karsinogenik mereka
dengan membentuk adduct DNA pada atom
N- dan O. Metabolisme Nitrosamin dapat memasuki tubuh melalui konsumsi,
inhalasi, atau kontak kulit. Setelah di dalam tubuh, nitrosamin dimetabolisme
oleh enzim sitokrom P-450, yang pada dasarnya mengaktifkannya menjadi
karsinogen.
Pertolongan pertama pada korban keracunan:
·
Terhirup: Pindahkan
korban ke tempat berudara segar. Berikan pernapasan buatan jika tidak bernapas
atau berikan oksigen jika sulit bernapas. Jika sulit bernapas berlanjut segera
bawa ke rumah sakit atau fasilitas terdekat.
·
Kontak dengan Kulit: Segera tanggalkan pakaian dan sepatu yang
terkontaminasi. Cuci kulit menggunakan sabun dan air yang banyak sekurangnya
selama 15 menit. Jika iritasi kulit berlanjut segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas terdekat. Cuci pakaian dan sepatu yang terkontaminasi sebelum
digunakan kembali.
·
Kontak dengan Mata:
Lepaskan lensa kontak (jika ada). Segera cuci mata dengan air yang banyak, sekurangnya
selama 15 menit dengan sesekali membuka kelopak mata. Jika iritasi mata
berlanjut segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
·
Tertelan: Jangan
lakukan induksi muntah. Cuci mulut dengan air. Berikan segelas air atau susu
untuk diminum. Jika terjadi muntah posisikan kepala korban lebih rendah di
bawah pinggul untuk mencegah inhalasi dari spesimen muntahan tersebut. Segera
bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
Penatalaksanaan pada korban keracunan:
Resusitasi dan Stabilisasi:
·
Penatalaksanaan
jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara.
·
Penatalaksanaan
fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan
pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran
karbon dioksida.
·
Penatalaksaan
sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
Dekontaminasi:
·
Dekontaminasi Mata
a.
Posisi pasien duduk
atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang terpapar.
b.
Secara perlahan bukalah
kelopak mata dan bilas dengan sejumlah air bersih dingin atau larutan NaCl 0,9%
perlahan selama15-20 menit.
c.
Hindari bekas air
cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
d.
Jika masih belum
yakin bersih, bilas kembali selama 10 menit.
e.
Jangan biarkan
pasien menggosok matanya.
f.
Tutuplah mata
dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke dokter mata.
·
Dekontaminasi Kulit
(termasuk rambut dan kuku)
a.
Bawa segera pasien
ke air mengalir atau pancuran terdekat.
b.
Penolong perlu
dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker
hidung dan apron. Hatihati untuk tidak menghirupnya.
c.
Lepaskan pakaian,
arloji dan sepatu yang terkontaminasi zat racun atau muntahannya dan simpan
dalam wadah/plastic tertutup.
d.
Cuci (scrubbing)
segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dingin atau hangat dan
sabun minimal 10 menit.
e.
Jika tidak ada air,
sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan
digosok.
f.
Keringkan dengan
handuk yang kering dan lembut.
·
Dekontaminasi
Gastrointestinal
a.
Pengenceran dapat
dilakukan dengan pemberian air atau susu sedikit demi sedikit.
b.
Pemberian arang
aktif tidak efektif. Pemberian aluminium hidroksida secara oral dapat
berpotensi mengikat fosfat pada saluran pencernaan.
Antidotum: Jika gejala hipokalsemia terjadi setelah
menelan produk yang mengandung fosfat dapat diberikan kalsium secara intravena,
sedangkan jika terjadi gejala methemoglobinemia dapat diberikan metilen biru (methylene blue).
3.
Benzalkonium
Klorida
Bentuknya
berbagai jenis (serbuk amorf, gel kental, kepingan gelatin), bersifat
higroskopik, seperti sabun jika disentuh dan berbau khas, lembab dan rasanya
sangat getir (bitter taste), berwarna
putih hingga kekuningan; Rumus molekul C21H38ClN; berat
molekul 283,88; titik lebur 241,02°C; kerapatan uap 3,53 x 10-12 mmHg; berat
jenis 0,98 (air = 1); berat jenis relatif 0,9429 g/cu cm pada 25°C; kelarutan,
tidak larut dalam eter, mudah larut dalam aseton, metanol, etanol 95% dan air.
Bahan kimia
laboratorium dan industri sebagai bahan pengawet. Komponen aktif dalam
desinfektan dan sanitizer produk rumah tangga, pertanian, rumah sakit,
perkantoran dan sarana transportasi umum. Juga digunakan sebagai algaesida
(pembasmi alga) dan slimisida (pembasmi lendir) untuk kolam renang, industri
penampung air, dan kolam pertanian. Bahan ini juga digunakan pada berbagai
sediaan topikal pada pengobatan infeksi minor untuk mata, mulut, tenggorokan
dan sebagai pengawet pada sediaan untuk penggunaan eksternal. Cetrimide dan
benzalkonium klorida digunakan sebagai antiseptik untuk membersihkan luka,
kulit, dan luka bakar. Bahan ini juga digunakan sebagai surfaktan (surface
active agent). Bahan ini digunakan dalam kondisioner rambut, sebagai pelembut
untuk produk tekstil dan kertas, dan sebagai penyebar pigmen.
Tingkat Bahaya, Frasa Risiko dan Frasa Keamanan:
a.
Peringkat NFPA
(Skala 0-4)
Kesehatan 3 = Tingkat keparahan tinggi
Kebakaran 1 = tingkat kebakaran rendah
Reaktivitas 0 = Tidak reaktif
b.
Klasifikasi EC
(Frasa Risiko dan Frasa Keamanan)
R21/22 = Berbahaya saat kontak pada kulit dan jika
mengembang.
R34 = Menyebabkan luka bakar
R50 = Sangat beracun bagi organisme perairan
S26 = Jika kontak dengan mata, bilas segera dengan
banyak air dan hubungi dokter.
S28 = Setelah kontak dengan kulit, cuci segera
dengan banyak sabun dan air.
S45 = Jika terjadi kecelakaan atau jika anda merasa
tidak sehat, jika memungkinkan segera menghubungi dokter
(perlihatkan label kemasan)
S61 = Hindari pembuangan ke lingkungan. Rujuk pada
lembar data keamanan/instruksi khusus.
S36/37/39 = Kenakan pakaian pelindung, sarung tangan,
dan pelindung mata/wajah yang cocok
c.
Klasifikasi GHS
Pernyataan Bahaya
H302 + H312 = Berbahaya apabila tertelan atau mengenai
kulit.
H314 = Menyebabkan luka bakar pada kulit dan kerusakan
mata yang serius.
H400 = Sangat beracun bagi mahluk dalam air.
Pernyataan Kehati-hatian
P273 = Hindari pembuangan ke lingkungan
P280 = Pakailah sarung tangan pelindung/pakaian
/pelindung mata/pelindungwajah
P301 + P330 + P331=JIKA TERTELAN: Berkumurlah. JANGAN
memancing muntah.
P302 + P352 = JIKA TERKENA KULIT: Cuci dengan banyak
sabun dan air.
P305 + P351 + P338= JIKA TERKENA MATA: Bilas secara
hati-hati dengan air selama beberapa menit. Lepas lensa kontak, jika digunakan
dan mudah melakukannya. Lanjutkan membilas.
P309 + P310 = Jika terpapar atau Anda merasa tidak sehat:
Segera telponlah Sentra Informasi Keracunan Nasional atau dokter
Golongan
: Ammonium Kuarterner
Sinonim/Nama Dagang : Alkyl dimethyl benzyl ammonium
chloride; Ammonium, Alkyldimethyl(phenylmethyl) Chloride;
Alkylbenzyldimethylammonium Chloride; Alkyl dimethyl(phenylmethyl)quaternary
ammonium chlorides; Quaternary ammonium compounds,alkylbenzyldimethyl,
chlorides; Zephiral, Zephiran chloride, BTC 471; Alkyl dimethyl ethylbenzil
ammonium chloride; Alkyl dimethyl benzyl ammonium chloride; Coco
alkyldimethylbenzyl ammonium chloride; Coco dimethyl benzyl ammonium chlorides;
Dimethylcocobenzalkonium chloride; Zephiran chloride (R); Hyamine 3500;
Diisobutylphenoxyethoxyethyldimethylbenzylammonium chloride; Hyamine 1622 (R)
1.3. Nomor Identifikasi 1.3.1. Nomor CAS
(1,2,3,4,6,8) : 8001-54-5 1.3.2. Nomor
RTECS (1,7) : BO3150000 1.3.3. Nomor
EINECS (1) : 616-786-9
Bahaya terhadap kesehatan:
Organ Sasaran : Ginjal, liver, jantung, saluran
pencernaan, sistem kardiovaskuler, sistem saraf.
Rute Paparan Paparan:
·
Jangka Pendek
Terhirup:
Menyebabkan iritasi saluran pernapasan. Bronkospasme kadang terjadi pada penderita asma. Pusing,
sakit kepala dan mual. .
Kontak
dengan Kulit: Absorpsi melalui kulit rendah kecuali pada kulit luka/rusak.
Bersifat iritan dan korosif. Timbul inflamasi dan blistering (melepuh).
Inflamasi kulit ditandai dengan gatal, kulit bersisik, kemerahan,hingga melepuh. Konsentrasi < 5%
menyebabkan iritasi ringan, 5-10% iritasi sedang, > 10% menyebabkan korosi
dan nekrosis kulit.
Kontak
dengan Mata: Sangat berbahaya dalam kasus kontak mata (iritan dan korosif),
pada konsentrasi 2 - ≥10% menyebabkan
kerusakan pada kornea dan kebutaan, konsentrasi ≥ 0,1 % menyebabkan keratitis,
superfisial desquamata. Juga muncul reaksi inflamasi ditandai dengan kemerahan,
berair, gatal-gatal. Terpapar oleh benzalkonium klorida pada konsentrasi kurang
dari 0,1% biasanya tidak menyebabkan gejala apapun. Paparan berulang pada
bentuk larutannya dapat menyebabkan iritasi sementara.
Tertelan:
Gangguan pada saluran gastrointestinal. Jika tertelan larutan benzalkonium
klorida dengan konsentrasi tinggi menyebabkan luka ringan hingga berat pada
mulut, lidah dan sepanjang saluran cerna, disertai dengan hipersalivasi, vomiting, diare dan konvusi. Dapat juga
timbul asidosis metabolik. Pada beberapa kasus menyebabkan hipotensi, shock, konvulsi, respiratory paralysis dan koma.
Pada konsentrasi < 1% kecil kemungkinan menyebabkan iritasi mukosa.
Konsentrasi 1% - 7,5% dapat menyebabkan iritasi mukosa yang signifikan dan
kemungkinan terjadi toksisitas sistemik, tergantung volume dan konsentrasi
bahan yang tertelan. Pada konsentrasi > 7,5% dapat terjadi efek korosif.
·
Paparan Jangka
panjang
Terhirup:
Paparan berulang menyebabkan berbagai derajat iritasi pada saluran pernafasan,
atau kerusakan paru. Pada paru– paru menyebabkan pulmonary edema dan aspirasi.
Kontak
dengan Kulit: Kerusakan kulit lokal atau dermatitis. Paparan berulang atau
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan reaksi alergi pada individu yang
sensitif. Dapat menyebabkan sianosis pada kulit dan bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen.
Kontak
dengan Mata: Paparan berulang atau berkepanjangan menyebabkan iritasi,
kerusakan organ sasaran yaitu kerusakan kornea mata dan kebutaan.
Tertelan:
Penelitian telah membuktikan bahwa akibat penggunaan deterjen yang mengandung
senyawa amonium kuartener dapat menyebabkan kejadian tertelan senyawa tersebut
secara tidak sengaja. Namun konsentrasinya (100 mg/orang/tahun) tidak
menyebabkan toksisitas.
Toksikologi:
·
Toksisitas Data pada Hewan LD50 oral-marmut 200 mg/kg;
LD50 intraperitonial-mencit 10 mg/kg; LD50 intravena-mencit 10 mg/kg; LD50
oral-mencit 175 mg/kg; LD50 subkutan-mencit 62 mg/kg; LD50
intraperitonial-tikus 14,5 mg/kg; LD50 intravena-tikus 13,9 mg/kg; LD50
oral-tikus 240 mg/kg; LD50 subkutan-tikus 400 mg/kg; LD50 kulit-tikus 1,56
g/kg. Lesi nasal pada penggunaan intranasal pada konsentrasi 0,5 – 0,1 %
benzalkonium klorida diamati pada tikus.
·
Data pada Manusia
Toksisitas sistemik yang timbul biasanya berkaitan dengan dosis paparan. Dosis
minimum penggunaan benzalkonium klorida yang menyebabkan toksik pada manusia
tidak begitu jelas, namun pada 20 mg/kg atau lebih (penggunaan parenteral) dan
pada penggunaan oral 100 – 400 mg/Kg menyebabkan kematian. Kematian pada manusia akibat pajanan berat
benzalkonium klorida biasanya terkait karena bronkokontriksi, kelumpuhan sistem
kardiorespirator (cardiorespiratory
collapse), dan edema paru-paru akut.
Mekanisme toksisitas:
Mekanisme keracunan bahan ini adalah menyebabkan iritasi
pada jaringan karena bahan bersifat dapat mengendapkan dan mendenaturasi
protein, keratolitik (dapat menghilangkan lapisan keratin di kulit) dan
korosif. Efek keracunan benzalkonium klorida tergantung pada jumlah bahan
(dosis) dan rute paparan. Benzalkonium klorida yang tertelan dapat menyebabkan
efek lokal dan sistemik, antara lain rasa sakit di mulut dan kerongkongan
(seperti terbakar), muntah, hipersalivasi (sekresi air liur yang berlebihan),
dan gangguan gastrointestinal.
Pertolongan pertama pada korban keracunan:
·
Terhirup: Pindahkan
korban ke tempat berudara segar. Berikan pernapasan buatan jika dibutuhkan.
Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
·
Kontak dengan Kulit:
Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci
kulit, kuku, dan rambut menggunakan sabun dan air yang banyak sampai dipastikan
tidak ada bahan kimia yang tertinggal, sekurangnya selama 15-20 menit. Cuci
pakaian dan sepatu sebelum digunakan kembali. Bila perlu segera bawa ke rumah
sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
·
Kontak dengan Mata: Segera cuci mata dengan
air yang banyak, sekurangnya selama 15-20 menit dengan sesekali membuka kelopak
mata bagian atas dan bawah sampai dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang
tertinggal. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
·
Tertelan: Jangan
lakukan induksi muntah. Jangan berikan apapun melalui mulut pada korban yang
tidak sadarkan diri. Cuci mulut menggunakan air. Segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat.
Penatalaksanaan pada korban keracunan:
Resusitasi dan Stabilisasi
a.
Penatalaksanaan
jalan napas, yaitu membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara.
b.
Penatalaksanaan
fungsi pernapasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan
pernapasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran
karbon dioksida.
c.
Penatalaksanaan
sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
Dekontaminasi
·
Dekontaminasi Mata
a.
Posisi pasien duduk
atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
b.
Secara perlahan,
bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih dingin
atau larutan NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya
satu liter untuk setiap mata.
c.
Hindarkan bekas air
cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
d.
Jika masih belum
yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
e.
Jangan biarkan
pasien menggosok matanya.
·
Dekontaminasi Kulit
(termasuk rambut dan kuku)
a.
Bawa segera pasien
ke pancuran terdekat. B.
b.
Cuci segera bagian
kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau hangat serta sabun
minimal 10 menit. C.
c.
Jika tidak ada air,
sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan
digosok.
d.
Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang
terkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
e.
Penolong perlu
dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker
hidung, dan apron. Hatihati, jangan sampai terhirup.
f.
Keringkan dengan
handuk yang kering dan lembut.
·
Dekontaminasi
Gastrointestinal
a.
Aspirasi
Nasogastrik Aspirasi nasogastrik direkomendasikan jika jumlah cairan yang
tertelan berefek toksik secara sistemik dan dalam volume yang cukup untuk
aspirasi. Karena prosedur ini dapat meningkatkan risiko muntah dan aspirasi
paru, jalan napas harus dilindungi pada semua pasien. Penempatan tube
nasogastrik yang tepat harus dipastikan pada semua pasien.
b.
Pemberian arang
aktif tidak efektif.
Antidotum: Tidak ada antidotum yang spesifik.
4.
Fluorida
Fluorida merupakan
senyawa yang mengandung unsur fluor. Senyawa fluorida dapat dijumpai dalam
berbagai produk rumah tangga. Pada pasta gigi, umumnya terkandung 1 mg fluorida
sebagai natrium monofluorofosfat. Senyawa ini tidak mudah larut dan umumnya
tidak bersifat toksik. Selain pada pasta gigi, senyawa fluorida juga dapat
dijumpai pada produk lain, misalnya natrium fluorida pada obat kumur; natrium
fluorida pada vitamin dan suplemen makanan; ammonium bifluorida pada bahan
pembersih krom; natrium fluorida pada insektisida dan rodentisida.
Natrium fluorida
secara alami terkandung dalam air laut sehingga kebanyakan organisme laut,
termasuk seafood, mengandung senyawa fluorida. Fluorida juga dapat ditemukan
pada gelatin. Pada bayi, asupan fluorida dapat diperoleh melalui air susu ibu
(ASI) maupun susu formula yang diminumnya.
Mekanisme
Tosisitas dan Efek Senyawa Fluorida terhadap Kesehatan:
Pada umumnya,
keracunan fluorida diakibatkan oleh tertelannya produk yang mengandung
fluorida, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Keracunan fluorida dapat
terjadi terutama bila bahan yang tertelan jumlahnya melebihi kadar yang
direkomendasikan (seperti yang dijelaskan pada paparan akut).
Keracunan fluorida
dapat ditandai dengan berbagai macam tanda dan gejala. Permulaan/onset gejala
dapat timbul beberapa menit setelah bahan tertelan. Akibat menelan fluorida,
mula-mula akan timbul efek lokal pada membran mukosa usus. Di dalam lambung,
fluorida akan membentuk asam hidrofluorik yang dapat menimbulkan iritasi atau
efek korosif pada saluran pencernaan.
Fluorida dapat
mengganggu sejumlah sistem enzim, antara lain mengganggu fosforilasi oksidatif,
glikolisis, koagulasi, dan neurotransmisi (dengan cara mengikat kalsium).
Fluorida juga dapat menghambat fungsi enzim Na+/K+-ATPase yang dapat
menyebabkan hiperkalemia akibat pelepasan kalium ekstraseluler. Selain itu,
fluorida dapat menghambat asetilkolinesterase yang sebagian bertanggung jawab
atas terjadinya hipersalivasi, muntah, dan diare. Dapat pula terjadi kejang
akibat hipomagnesemia dan hipokalsemia.
a.
Keracunan akut
Keracunan akut akibat fluorida relatif jarang terjadi.
Pada umumnya keracunan akut yang terjadi merupakan kejadian keracunan yang
tidak disengaja. Efek klinis dapat timbul beberapa menit atau tertunda hingga
beberapa jam setelah paparan akut, bergantung pada banyaknya fluorida yang
tertelan. Menelan 3-5 mg/kg bahan dapat menyebabkan muntah dan nyeri lambung;
menelan 5-10 mg/kg bahan dapat menyebabkan hipokalsemia dan gejala muskuler.
Overdosis biasanya dapat menyebabkan hipokalsemia, hipomagnesemia, dan
hiperkalemia, disertai dengan peningkatan interval QT. Interval QT adalah
ukuran waktu antara awal gelombang Q dan akhir gelombang T dalam siklus listrik
jantung. Interval QT yang berkepanjangan merupakan biomarker untuk takiaritmia
ventrikel dan merupakan faktor risiko bagi kematian mendadak.
Gejala muskuler akibat menurunnya kadar kalsium dalam
darah dapat timbul 3-5 jam setelah menelan bahan. Telah dilaporkan pula kasus
kematian pada anak usia 3 tahun yang menelan 16 mg/kg fluorida serta pada orang
dewasa yang menelan lebih dari 32 mg/kg. Keracunan fluorida akut dapat
menyebabkan kegagalan multiorgan, depresi vasomotor pusat, serta
kardiotoksisitas. Kematian dapat disebabkan oleh disritmia jantung (detak
jantung tidak teratur), paralisis respiratori, serta gagal jantung, dan
biasanya terjadi dalam 12 jam setelah paparan.
b.
Keracunan kronik
Salah satu penyebab terjadinya keracunan kronik akibat
menelan fluorida adalah sering menelan pasta gigi, terutama pada anak-anak.
Menelan fluorida dalam jangka panjang dapat menimbulkan dental fluorosis.
Paparan kronik lebih dari 20 mg/hari pada anak berusia di atas 10 tahun dapat
menyebabkan fluorosis pada tulang rangka (osteosklerosis), kalsifikasi ligamen
(pengapuran jaringan ikat yang menghubungkan tulang), dan peningkatan kepadatan
tulang.
Tingkat keparahan akibat keracunan senyawa fluorida dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1)
Keracunan ringan
(3-5 mg/kg fluorida)
Gejala
yang timbul meliputi iritasi saluran pencernaan, mual, diare, iritabilitas,
letargi, lemah, sakit kepala.
2)
Keracunan sedang
(>5 mg/kg fluorida)
Gejala
yang timbul meliputi nyeri epigastrik, nyeri perut, hipotensi, takikardia,
dehidrasi, hiperkalemia, hipokalsemia, parestesia, tremor.
3)
Keracunan berat
Gejala
yang timbul meliputi hematemesis, disritmia, kejang, tetanus, paralisis saluran
pernafasan, kolaps kardiovaskuler.
Diagnosis:
Penegakan
diagnosis biasanya dilakukan berdasarkan riwayat paparan. Adanya gejala
distress saluran pencernaan, kelemahan otot, hipokalsemia, dan hiperkalemia
menunjukkan terjadinya keracunan fluorida.
Kadar
fluorida serum normal adalah kurang dari 20 mcg/L (ng/L) tetapi bervariasi
bergantung asupan makanan dan sumber air. Uji laboratorium lain yang menunjang adalah
pemeriksaan elektrolit, glukosa, BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin, kalsium
(dan kalsium terionisasi), magnesium, dan EKG.
Penatalaksanaan
Keracunan Fluorida:
a.
Penanganan darurat
dan penunjang
-
Pertahankan jalan nafas dan berikan nafas bantuan jika diperlukan.
-
Pantau EKG dan kadar kalsium, magnesium, serta kalium serum selama sekurangnya
4-6 jam. Pasien yang menunjukan gejala keracunan disertai hasil EKG atau kadar
elektrolit yang abnormal sebaiknya segera ditangani secara intensif.
b.
Antidotum dan
pengobatan spesifik
Pada
pasien yang mengalami hipokalemia dapat diberikan kalsium glukonat secara
intravena sebanyak 10-20 mL (dosis untuk anak adalah 0,2-0,3 mg/L), kemudian
pantau tingkat kalsium terionisasi, dan lakukan titrasi lebih lanjut sesuai
keperluan. Hipomagnesemia dapat diobati dengan pemberian magnesium sulfat
secara intravena sebanyak 1-2 g yang diberikan selama 10-15 menit (dosis untuk
anak adalah 25-50 mg/kg dilarutkan sampai kurang dari 10 mg/mL). Hiperkalemia
dapat dikoreksi dengan pemberian kalsium secara intravena serta penanganan lain
sesuai prosedur standar.
c.
Dekontaminasi
Tidak disarankan dilakukan dekontaminasi saluran
pencernaan terhadap pasien yang mengalami keracunan senyawa fluorida. Pasien
juga tidak boleh dirangsang muntah karena adanya risiko terjadi permulaan/onset
kejang dan aritmia secara mendadak.
Untuk meningkatkan pH lambung, membentuk kompleks
fluorida bebas, serta mengurangi absorpsi dapat diberikan antasida yang
mengandung kalsium (misalnya kalsium karbonat) secara oral. Makanan yang kaya
kalsium, seperti susu, juga dapat mengikat fluorida. Antasida yang mengandung
magnesium juga dapat diberikan, tetapi masih sedikit informasi mengenai bukti
efektivitasnya.
Di rumah sakit, dapat diberikan antasida yang mengandung
kalsium seperti yang disebutkan di atas. Dapat dipertimbangkan pula
dilakukannya kumbah lambung untuk kasus penelanan bahan dalam jumlah besar dan
dalam jangka waktu yang belum lama. Namun, tidak disarankan pemberian karbon
aktif karena tidak mengadsorbsi fluorida.
d.
Peningkatan
eliminasi
Fluorida dapat segera mengikat kalsium bebas dan tulang
serta memiliki waktu paruh eliminasi yang singkat sehingga hemodialisis menjadi
tidak efektif.
Disarankan dilakukan observasi medik pada:
-
Pasien yang menelan fluorida lebih dari 3 mg/kg (ekivalen dengan 22,7 mg/kg
natrium monofluorofosfat).
-
Pasien yang menelan fluorida dalam kadar yang tidak diketahui, tetapi
diperkirakan cukup berarti.
-
Pasien yang menelan senyawa fluorida lalu kemungkinan timbul gejala keracunan.
-
Pasien yang sering menelan produk yang mengandung senyawa fluorida.
Pencegahan
Keracunan Senyawa Fluorida
Pada
umumnya, penggunaan fluorida (terutama pada pasta gigi) dalam dosis yang
dianjurkan oleh International Dental Association adalah aman. Manusia memiliki
kemampuan untuk memetabolisme fluorida yang masuk ke tubuh dalam dosis rendah.
Keracunan fluorida hanya terjadi jika dosis yang digunakan melebihi batas aman,
baik itu secara sengaja maupun tidak sengaja.
Perlu
diperhatikan kemungkinan terjadinya keracunan fluorida pada anak akibat pasta
gigi anak yang mengandung fluorida. Pada umumnya pasta gigi untuk anak
mempunyai warna yang menarik dan beraroma enak sehingga perlu diwaspadai anak
menelan pasta gigi yang digunakannya. Para dokter gigi sebaiknya juga dapat
memperkirakan potensi toksik produk yang mengandung fluorida dalam kasus
keracunan fluorida secara tidak sengaja beserta penatalaksanaan keracunan yang
memadai.
5.
Asam Kuat
Asam merupakan
bahan yang sangat akrab dan mudah dijumpai dalam kehidupan kita. Asam merupakan
suatu zat yang mempunyai rumus kimia umum HA, jika dilarutkan dalam air akan
melepaskan ion positif ( H+ ), semakin banyak ion H+ yang dilepaskan, semakin
kuat sifat asamnya. Secara umum asam memiliki sifat-sifat rasa asam, bersifat
korosif terhadap logam, larutannya memiliki hantaran listrik dan dapat merubah
kertas lakmus biru menjadi merah.
Umumnya asam kuat
bersifat merusak, sifat ini disebabkan oleh sifat ion negatifnya yang mudah
berikatan dengan ion positif dari suatu logam. Misalnya asam fluorida (HF) yang
dituangkan ke dalam gelas kaca, kaca akan meleleh seketika karena mengandung
ion logam bermuatan positif. Ketika asam fluorida dituangkan ke gelas kaca, ion
negatif dari HF (ion F-) akan bereaksi dengan ion positif logam. Reaksi inilah
yang mengakibatkan gelas kaca meleleh, dapat dibayangkan bahaya apa yang
terjadi jika sampai kulit kita yang terpapar atau mungkin terhirup ataupun
tertelan masuk kedalam tubuh kita.
Sejumlah besar
produk industri dan komersial mengandung konsentrasi asam kuat yang berbahaya
dan dapat menyebabkan rasa terbakar pada tubuh. Beberapa jenis asam kuat yang
umum digunakan dalam produk kimia rumah tangga adalah sebagai berikut:
a.
Asam sulfat
Umumnya
digunakan untuk pembersih toilet, pembersih logam, cairan batere pada
automotif, amunisi dan pupuk. Asam sulfat merupakan cairan tidak berwarna dan
amat korosif, Bereaksi hebat dengan air dan mengeluarkan panas (eksotermis).
Bereaksi juga dengan logam, kayu, pakaian dan zat organik. asam sulfat pekat
bersifat oksidator yang dapat menimbulkan kebakaran bila kontak dengan zat
organik seperti gula, selulosa dan lain-lain. Sangat reaktif dengan bubuk zat
organik. Konsentrasi asam lebih kental dan padat dibandingkan air.
Bahaya
terhadap kesehatan tergantung pada konsentrasi larutannya, kurang dari 10%
bersifat iritan dan lebih dari 10% bersifat korosif. Asam sulfat merupakan
bahan kimia yang sangat kuat yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan rasa
terbakar yang sangat parah dan kerusakan jaringan ketika kontak dengan kulit
atau membran mukosa.
b.
Asam Klorida
Produk rumah tangga yang mengandung asam klorida antara
lain pembersih lantai/porselen, penghilang karat pada besi atau baja, baterai,
lampu blitz kamera dan kembang api. Larutan asam klorida ( HCl ) adalah cairan
kimia yang sangat korosif, berbau menyengat dan sangat iritatif dan beracun,
larutan HCl termasuk bahan kimia berbahaya atau B3. Di dalam tubuh HCl
diproduksi didalam lambung yang lebih dikenal dengan asam lambung yang
dihasilkan oleh sel parietal, secara alami salah satu fungsi asam lambung ini
untuk menghancurkan bahan makanan yang masuk kedalam usus, jika produksi asam
lambung meningkat dari keadaan normal akan mengiritasi lambung dan menimbulkan
rasa perih dilambung yang lebih dikenal dengan sakit maag.
Bahaya terhadap kesehatan tergantung pada konsentrasi
larutannya, < 5% bersifat iritan lemah, 5 – 10% bersifat iritan kuat, , >
10 % bersifat korosif.
Gejala Keracunan:
Jika tertelan menyebabkan muntah, nyeri ketika menelan,
keluar air liur (drooling),
ketidaknyamanan pada orofaring dan nyeri abdomen. Komplikasi akut menyebabkan
aspirasi pneumonia, rasa terbakar pada epiglotis dan vocal cord, penyumbatan laring, perforasi pada lambung dengan abses
mediastinal atau peritoneal dan keracunan didarah (sepsis). Keracunan yang
serius karena menelan asam kuat adalah terjadinya resiko perforasi dalam 72 jam
pertama, walaupun perforasi terlambat sampai 2 minggu setelah tertelan.
Penyumbatan pada Pyloric merupakan gejala umum pada keracunan kronik. Terpapar
gas atau uap asam kuat menyebabkan batuk, sensasi terbakar pada tenggorokan,
sensasi tercekik, inflamasi dan ulser pada mukosa nasal, tenggorokan dan
larynx. Pada kasus yang lebih parah menyebabkan spasma laryngeal, epistaxis,
gingivitis dan kemungkinan gastritis. Terhirup asam sulfat yang parah
menyebabkan pneumonitis kimia dengan edema paru yang mungkin akan tertunda
gejalanya.
Kontak dengan kulit menyebabkan iritasi yang signifikan
dan pada beberapa kasus yang parah menyebabkan terbakar. Wajah yang terbakar
menyebabkan luka parut (scars).
Kontak yang berulang menyebabkan dermatitis. Kontak pada mata menyebabkan luka
korosif yang dimulai dari berkurangnya ketajaman penglihatan dan kehilangan
penglihatan yang permanen, hal ini tergantung dari konsentrasi asam sulfat dan
lamanya terpapar.
Mekanisme Toksisitas:
Asam kuat menghasilkan nekrosis koagulasi karena efeknya
terhadap protein. Namun demikian, koagulum akan membatasi penetrasi asam dan
efeknya terutama pada jaringan yang dangkal. Hal ini berlawanan dengan sifat
alkali yang akan membentuk nekrosis liquefaktif dimana nekrosisnya tidak
membeku dan akan menimbulkan jaringan yang makin dalam.
Penatalaksanaan Keracunan karena Asam Kuat:
a.
Stabilisasi pada
Keadaan Darurat
Di
rumah sakit umumnya dilakukan stabilisasi pada pasien keracunan asam kuat
dengan memperbaiki fungsi pernafasan dan jantung.
b.
Dekontaminasi
1)
Tertelan
a)
Berikan air minum
atau susu (1-2 cangkir untuk dewasa, ¼ - ½ cangkir untuk anak-anak), walaupun
demikian perlu diperhatikan bahwa cairan yang diminum jangan terlalu banyak
karena dapat menginduksi muntah sehingga akan terpapar kembali saluran
pencernaan tersebut. Tidak di rekomendasikan untuk dirangsang muntah dan
diberikan arang aktif, hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam endoskopi.
b)
Kumbah lambung:
masih kontroversial, beberapa literatur masih menyarankan tetapi literatur lain
tidak menyarankan.
c)
Untuk batere yang
tertelan :
- Jika batere ada di esofagus, segera mengeluarkan batere
tersebut.
- Jika batere ada di lambung atau usus, tidak perlu
dikeluarkan kecuali terjadi perforasi atau obstruksi.
2)
Kontak mata
Segera
cuci mata yang terkena asam dengan air bersih mengalir atau larutan garam
minimal 30 menit. Jika mata juga terkontaminasi dengan partikel padat, buka
kelopak mata dan keluarkan partikel tersebut segera mungkin.
3)
Kontak kulit
Segera
lepaskan pakaian atau perhiasan kemudian mencuci bagian kulit yang terkena
dengan air bersih yang mengalir sampai tidak ada lagi asam yang tertinggal dan
gejala keracunan mereda.
4)
Terhirup
Segera
pindahkan ketempat terbuka yang berudara segar, jika sulit bernapas berikan
napas buatan dan segera bawa ke rumah sakit terdekat.
c.
Antidotum
Tidak
ada antidotum untuk keracunan asam kuat
d.
Peningkatan
eliminasi
Untuk
keracunan asam kuat tidak direkomendasikan dilakukan peningkatan eliminasi.
6.
Naphthalene atau Paradichlorobenzene
Kapur barus
mengandung bahan aktif Naphthalene atau Paradichlorobenzene. Bahan kimia ini
juga terdapat dalam pewangi kamar mandi (toilet
bowl deodorizer). Kedua bahan kimia tersebut mengeluarkan bau yang kuat dan
sulit untuk menghilangkannya.
Mekanisme
Toksisitas:
Satu
butir kapur barus umumnya mengandung 250-500 mg naphthalene. Dan
jumlah
tersebut bagi seseorang yang mengidap kelainan/penyakit kekurangan
enzim
glukos-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD deficiency), naphthalene dapat
menyebabkan
hemolisis (pecahnya sel darah merah). Tertelan 1-2 gram naphthalene dapat
menyebabkan letargi (tubuh menjadi lemah) dan kejang-kejang. Paradichlorobenzene
memiliki toksisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan naphthalene.
Bila tertelan paradichlorobenzene hingga 20 gram, pada orang dewasa, masih
dapat ditoleransi oleh tubuh. Di beberapa negara maju penggunaan Naphthalene
telah lama ditinggalkan dan diganti dengan Paradichlorobenzene. Keracunan dari
kedua racun ini dapat diketahui dari kesan bau bahan (anti ngengat) tersebut
pada mulut dan muntahan korban. Bila keracunan terjadi akibat penelanan bahan
ini, maka dapat terjadi iritasi saluran pencernaan dan mengakibatkan mual,
muntah, dan diare. Bila terkena paparan melalui mata dapat terjadi radang,
iritasi dan kemerahan pada mata. Selain itu kornea juga dapat mengalami
kerusakan sehingga penglihatan korban menjadi kabur. Bila racun terpapar
melalui kulit, dapat menyebabkan iritasi kulit, rasa panas, reaksi alergi dan
ada rasa gatal-gatal.
Penatalaksanaan
Keracunan karena Kapus Barus:
Bila terhirup:
a.
Segera pindahkan
korban dari ruang yang terkontaminasi ke tempat yang terbuka (udara segar),
ingatlah bahwa penolong harus yakin bahwa saat memberikan pertolongan dirinya
pun telah menggunakan alat pelindung diri seperti masker sehingga tidak terkena
dampak buruk dari bahan tersebut.
b.
Periksa kondisi
korban, bila ada penurunan kesadaran atau ada sesak nafas segera dapatkan
pertolongan medis.
Bila tertelan:
a.
Jangan lakukan
rangsang muntah, karena dikhawatirkan dapat mencetuskan kejang dan letargi.
b.
Jangan memberikan
makanan atau minuman yang berlemak kepada korban, seperti susu, karena
naphthalene bersifat larut dalam lemak sehingga dapat meningkatkan laju
absorpsi dari naphthalene ke dalam tubuh.
c.
Berikan arang aktif
(norit) karena dapat menghambat penyerapan racun ke dalam tubuh. Dosis untuk
anak-anak: 1 g/kg BB dalam air dengan perbandingan 1:3 atau 30-50 gram dalam
100 mL air. Dosis dewasa: 50-100 gram arang aktif dilarutkan dalam 200 mL air.
d.
Segera bawa korban
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Perlu dipertimbangkan untuk
melakukan bilas lambung bila tertelan naphthalene dalam jumlah besar.
Bila
terkena mata:
a.
Segera lakukan
pencucian/irigasi mata yang terpapar menggunakan air bersih yang mengalir
selama minimal 30 menit. Atau bila tersedia, gunakan larutan garam fisiologis
(NaCl 0.9%) untuk mengirigasi mata yang terpapar. Cucilah mata yang terpapar
hingga bersih. Ingat: saat melakukan irigasi, sisi mata yang sehat diposisikan
lebih tinggi daripada mata yang terpapar, sehingga sisi mata yang sehat tidak
terkontaminasi racun.
b.
Jangan menggosok
mata yang terpapar racun.
c.
Bila mata masih
terasa sakit dan radang tetap berlanjut, segera bawa ke
rumah
sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Bila
terkena kulit:
a.
Segera lepaskan
pakaian atau perhiasan yang digunakan oleh korban.
b.
Bilas/cucilah
bagian kulit yang terpapar, menggunakan sabun lembut dan air bersih yang
mengalir selama 15-20 menit, hingga bersih.
c.
Bila kulit masih
terasa sakit dan perih, segera bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
lebih lanjut.
7.
Lubricating Oils
(Petroleum) atau Pelumas
Pelumas adalah zat
yang dipakai dalam pemeliharaan mesin untuk melumasi mesin kendaraan bermotor
(mobil dan motor), kendaraan diesel, mesin industri, engine kapal,dll. Fungsi
utamanya adalah untuk melumasi dan mengurangi gesekan, meningkatkan efisiensi
dan mengurangi keausan mesin, sebagai pendingin mesin dari panas yang timbul
akibat gesekan dan pada mesin otomotif juga berfungsi sebagai detergen untuk
melarutkan kotoran hasil pembakaran sehingga turut membantu perawatan mesin.
Pelumas yang
beredar di pasar merupakan campuran pelumas dasar/Lube Base Oil (LOB) dan
aditif. LOB merupakan zat alami yang ditambang dari dalam bumi. Aditif
merupakan senyawa kimia yang ditambahkan pada LOB, agar pelumas sesuai dengan
kebutuhan mesin. Jenis dan spesifikasi aditif yang membedakan pelumas menurut
jenisnya. Diantara aditif tersebut terdapat deterjen, dispersan, anti oksidasi,
anti aus dan aditif peningkat indeks kekentalan (viscosity index).
Nama lain dari
pelumas adalah lubricating oils (Petroleum), C20-50, Hydrotreated neutral
oil-based; severely hydroteated parafinic oil (C23-35), Lube oil; Hydroteated
neutral oil based lubricating oil. Dilihat dari jenis bahan baku LOB yang pada
umumnya digunakan, pelumas digolongkan menjadi Lube Base Oil Synthetic, Semi
Synthetic dan Non Synthetic. Jenis bahan baku yang terbaik adalah Synthetic
Lube Base Oil karena tingkat kekentalannya lebih tinggi.
Gejala
– gejala yang terlihat bila terjadi keracunan minyak pelumas:
a.
Bila terhirup:
Paparan
akut: semprotan/kabut dari minyak pelumas biasanya tidak berbahaya pada saluran
pernafasan, meskipun semprotan dengan konsentrasi 5 mg/m3 tidak
nyaman bagi pekerja.
Paparan
kronik: paparan yang berulang atau kontak dalam jangka waktu yang lama dengan
minyak pelumas, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti peradangan paru –
paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel lemak.
b.
Bila terkena kulit:
Paparan
akut: Biasanya respon mukosa terhadap pelumas menyebabkan kerusakan kulit,
iritasi dan rambut kulit mudah rontok karena kerusakan akar. Ditandai dengan
mulainya reaksi akut pada permukaan punggung tangan, jari, dan kaki, dapat
berkembang kemudian menjadi gangguan kulit, yang disebut dengan perifoliculate
papules. Pada beberapa individu dapat menyebabkan sensitisasi kulit.
Paparan
kronik : paparan yang berulang atau dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan pada kulit, misalnya menyebabkan dermatitis, dan efek
seperti pada paparan akut.
c.
Bila terkena mata:
Paparan
akut: iritasi ringan.
d.
Bila tertelan:
Paparan
akut: dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare. Bila aspirasi ke
paru-paru, dapat menyebabkan gangguan paru-paru seperti peradangan paru – paru
dan pembentukan massa menyerupai tumor yang berisi sel lemak.
Penatalaksanaan
Keracunan karena Minyak Pelumas:
a.
Dekontaminasi mata:
Dilakukan
sebelum anda membersihkan kulit.
1)
Posisi pasien duduk
atau berbaring dengan kepala tengadah dan
miring
ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
2)
Secara perlahan
bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan
irigasi
dengan air suam-suam kuku yang banyak atau larutan NaCl
0,9%
perlahan selama 15-20 menit.
3)
Hindari bekas air
cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
4)
Jika masih belum
yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
5)
Jangan biarkan
pasien menggosok matanya.
6)
Tutuplah mata
dengan kain kassa steril dan segera kirim/konsul ke
dokter
mata.
7)
Dan lakukan
pemeriksaan fluorescein terhadap kerusakan kornea.
b.
Dekontaminasi kulit: (termasuk rambut dan kuku)
1)
Bawa segera pasien
ke air pancuran terdekat.
2)
Cuci segera bagian
kulit yang terkena dengan air mengalir dingin atau
hangat
dengan sabun minimal 10 menit. Jika tidak ada air, sekalah
bagian
kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut. Jangan digosok.
3)
Lepaskan pakaian,
arloji dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup.
4)
Penolong perlu
dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker
hidung dan apron. Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
5)
Keringkan dengan
handuk yang kering dan lembut.
c.
Dekontaminasi pulmonal:
1)
Pindahkan/jauhkan
korban dari tempat kejadian ke tempat dengan udara yang lebih segar.
2)
Monitor adanya kemungkinan
gawat nafas.
3)
Jika diperlukan
berikan bantuan nafas dan oksigen.
d.
Dekontaminasi gastrointestinal:
1)
Jangan rangsang
muntah karena dapat menyebabkan bahaya aspirasi (masuk ke paru-paru) sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kejang dan koma yang terjadi secara cepat dan tiba
– tiba.
2)
Aspirasi dan kumbah
lambung hanya dapat dilakukan di sarana kesehatan.
3)
Efektif bila
dilakukan 2 – 4 jam pertama dan dengan teknik yang baik. Hanya dikerjakan
setelah pemasangan pipa endotrakheal.
4)
Arang aktif
5)
Berikan arang aktif
jika tersedia dengan dosis dewasa 30 – 100 gram dan dosis anak – anak 15 – 30
gram. Cara pemberian dicampur rata dengan perbandingan 5 – 10 gram arang aktif
dengan 100 – 200 ml air sehingga seperti sup kental.
6)
Pencahar
8.
Transfluthrin
Transfluthrin
digunakan sebagai insektisida, bahan kimia laboratorium dan zat industri
sebagai bahan pembuat insektisida.
Bahaya terhadap kesehatan:
Organ Sasaran: Kulit, mata, pernafasan, percernaan,
sistem saraf dan kardiovaskular.
Rute Paparan:
Paparan Jangka Pendek:
Terhirup: Dapat menyebabkan pusing, sakit kepala,
kelelahan, lemas, lesu, mengantuk, anoreksia, peningkatan air liur dan mual,
tetapi keracunan sistemik jarang terjadi. Gejala pernafasan (batuk, bersin,
dyspnea (sesak nafas), mengi, sesak dada, dan bronkospasme), palpitasi,
penglihatan kabur, muntah, pengingkatan berkeringat dan fasikulasi sedikit
sering terjadi.
Kontak dengan Kulit: Rasa terbakar, gatal, kesemutan atau
mati rasa pada wajah. Gejala dapat diperburuk jika pasien berkeringat atau
mencuci dengan air hangat. Alergi dermatitis kontak jarang terjadi.
Kontak dengan Mata: Dapat menyebabkan nyeri langsung
(segera), keluar air mata (lakrimasi), sensitif terhadap cahaya (fotofobia) dan
mata merah (konjungtivitis).
Tertelan: Dapat menyebabkan mual, muntah, dan nyeri
epigastrum yang umum terjadi. Diare, peningkatan air liur, anoreksia, kejang,
mengantuk, koma dan kegagalan pernafasan dapat terjadi jika sediaan formulasi
cair.
Paparan Jangka panjang:
Terhirup: Edema paru dapat terjadi pada pasien keracunan
dengan tingkat yang parah.
Kontak dengan Kulit: Kejang kadang-kadang terjadi setelah
terpapar selama beberapa hari, biasanya melibatkan kontak kulit berat dan atau
berkepanjangan karena kulit kontak dengan pakaian basah.
Kontak dengan Mata: Dapat menyebabkan nyeri langsung
(segera), keluar air mata (lakrimasi), sensitif terhadap cahaya (fotofobia) dan
mata merah (konjungtivitis).
Tertelan: Dapat menyebabkan detak jantung tidak
beraturan, shock, disfungsi ginjal dan hati ringan serta asidosis metabolik
telah dilaporkan setelah menelan formulasi berbasis hidrokarbon.
Penatalaksanaan pada korban keracunan:
Resusitasi dan Stabilisasi:
a. Penatalaksanaan jalan napas, yaitu membebaskan jalan
napas untuk menjamin pertukaran udara.
b. Penatalaksanaan fungsi pernapasan untuk memperbaiki
fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernapasan buatan untuk menjamin
cukupnya kebutuhan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan
fungsi sirkulasi darah.
Dekontaminasi:
Dekontaminasi Mata:
- Posisi pasien
duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke sisi mata yang
terkena atau terburuk kondisinya.
- Secara perlahan,
bukalah kelopak mata yang terkena dan cuci dengan sejumlah air bersih dingin
atau larutan NaCl 0,9% diguyur perlahan selama 15-20 menit atau sekurangnya
satu liter untuk setiap mata.
- Hindarkan bekas
air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
- Jika masih belum
yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
- Jangan biarkan
pasien menggosok matanya.
- Tutuplah mata
dengan kain kassa steril dan segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan terdekat dan konsul ke dokter mata.
Dekontaminasi Kulit (termasuk rambut dan kuku):
- Bawa segera
pasien ke pancuran terdekat.
- Cuci segera
bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau hangat serta
sabun minimal 10 menit.
- Jika tidak ada
air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut.
Jangan digosok.
- Lepaskan pakaian,
arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahannya dan buanglah dalam
wadah/plastik tertutup.
- Penolong perlu
dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan sarung tangan, masker
hidung, dan apron. Hati-hati untuk tidak menghirupnya.
- Keringkan dengan
handuk yang kering dan lembut.
Dekontaminasi Gastrointestinal:
- Aspirasi
nasogastrik
Direkomendasikan jika jumlah cairan bahan yang tertelan
bersifat toksik secara sistemik dan volumenya memadai untuk diaspirasi. Namun
karena prosedur ini dapat meningkatkan risiko muntah dan terjadinya aspirasi
paru, maka jalan napas pasien harus dipastikan tetap terjaga. Perlu dipastikan
juga penempatan NGT yang akurat.
- Dosis tunggal
arang aktif
Arang aktif tidak dianjurkan karena risiko dari
penatalaksaan dianggap lebih besar daripada manfaatnya.
Antidotum: Tidak ada antidot khusus untuk pengobatan
keracunan ini. Pengobatan didasarkan pada perawatan simtomatik dan suportif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keracunan adalah kondisi yang disebabkan oleh menelan,
mencium, menyentuh, atau menyuntikkan berbagai macam obat, bahan kimia, racun,
atau gas yang dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu faktor bahan
kimia, mikroba, toksin, dan lain-lain. Gejala dan tanda keracunan yang khas
biasanya sesuai dengan jalur masuk racun ke dalam tubuh. Bila masuk melalui
saluran pencernaan, maka gangguan utama akan terjadi pada saluran pencernaan.
Bila masuk melalui jalan nafas maka yang terganggu adalah pernafasannya dan
bila melalui kulit akan terjadi reaksi setempat lebih dahulu. Gejala lanjutan
yang terjadi biasanya sesuai dengan sifat zat racun tersebut terhadap tubuh.
Keracunan yang biasanya ditemui dalam kehidupan
sehari-hari bisa juga disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia rumah tangga
misalnya terhirup atau tertelan detergen, pembersih lantai, ataupun sabun.
Bahan kimia yang sering disimpan dirumah tangga antara
lain; deterjen, benzalkonium klorida, natrium lauril eter sulfat, minyak
pelumas, transflutrin, asam kuat, spiritus (metil alkohol), asam cuka, air aki,
aseton (menghapus cat kuku), dan lain sebagainya. Setiap toksikan yang masuk ke
dalam tubuh manusia, pasti terdapat mekanisme toksisitas dan penatalaksaan yang
berbeda-beda, untuk itu, perlu dicermati bagaimana prosedur penatalaksanaan
keracunan dengan baik.
B. Saran
Kita sebagai seorang farmasis yang tahu betul mengenai
toksikan yang terdapat didalam rumah tangga harus berhati-hati dalam
menggunakan bahan bahan kimia tersebut dan tetap mengawasi anak-anak agar tidak
menggunakan bahan-bahan tersebut. Sebagai farmasis yang baik, alangkah lebih
baik pula kita untuk senantiasa mengedukasi masyarakat terkait pencegahan
keracunan dalam lingkungan rumah tangga.
DAFTAR
PUSTAKA
Bonney
Asha G., Suzan Mazor, dan Ran D. Goldman. 2013. Laundry Detergent Capsules and Pediatric Poisoning. Canadian Family
Physicians. PMCID: PMC3860925.
Ellenhorn,
Matthew J. 1997. Ellenhorn’s Medical
Toxicology: Diagnosis and Treatment of Human Poisoning 2nd edition. USA: Williams
and Wiskins.
Foote,
Franklin M. 1973. Death from a Caustic
Detergent. Health Service Report. Vol. 88, No. 2: 131-132. PMCID: PMC1616008.
Hannan,
Henry J. 2007. Technician's Formulation
Handbook for Industrial and Household Cleaning Products. Kyrall LLC:
Waukesha, Wisconsin.
Hannu, T. J., Riihimäki, V. E., & Piirilä, P. L. 2012.
Reactive airways dysfunction syndrome from acute inhalation of dishwasher
detergent powder. Canadian Respiratory
Journal : Journal of the Canadian Thoracic Society, 19(3), e25–e27. PMCID:
PMC3418100
Hathaway, G.J. 1996. Chemical Hazards
of The Workplace, 4th edition. New York: Van Nostrand Reinhold Inc.
Maramba, N.P, Panganiban, L.C. 1998. Algorithms
of Common Poisonings, part 1. Manila: National Poison Control and Information
Service.
Martini H. Fredric et al. 2009. Pearson
International edition - Fundamentals of
Anatomy
& Physiology, 8th ed.
Meier, K.H. 2007. Fluoride in Poisoning
& Drug Overdose. Fifth Edition. Olson,
KR. (Ed). New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Olson K.R. 2004. Poisoning & Drug Overdose, 5th Edition. USA:
McGraw Hill Companies, Inc.
Olson, K.R 2007. Poisoning and Drug
Overdoses, Fifth Edition. USA: Mc
Graw Hill Lange.
Satmoko, dan M.
Edhie Sulaksono. 1999. Keracunan Bahan Kimia Beracun Di Rumah Tangga Dan
Penanggulangannya. Media Litbangkes.
Volume IX Nomor 1.
Sentra Informasi Keracunan
(SIKer) dan Tim. 2001. Pedoman Penatalaksanaan Keracunan untuk Rumah
Sakit. Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI.
Tierney, L.M. 2004. Current Medical
Diagnosis and Treatment 43rd ed. USA: McGraw-Hill Inc.
Vicellio,
Peter M.D. 1993. Handbook of Medical
Toxicology, 1st edition. USA: A Little Brown.
Comments
Post a Comment