KONSELING PASIEN DENGAN KELUHAN PENYAKIT HIV (Human Immunodeficiency Virus) DENGAN SOLUSI PEMBERIAN TERAPI ARV (Antiretroviral)

KONSELING PASIEN DENGAN KELUHAN PENYAKIT HIV (Human Immunodeficiency Virus) DENGAN SOLUSI PEMBERIAN TERAPI ARV (Antiretroviral)
(Dengan Pendekatan Ilmu Kesehatan dan Keislaman/ Kearifan Masyarakat)



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor/pembimbing) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konseling) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.[1] Penyakit AIDS (aqciured immunodeficiency syndrome) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas denga angka kematian (motalitas) dan angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga meyebabkan aqiciured immunodeficiency syndrome (AIDS) (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2014).[2]
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan konseling dan tujuan dari konseling?
2.      Apa yang dimaksud dengan konseling pada penyakit HIV dan tujuan konseling HIV/AIDS?
3.      Apa yang dimaksud HIV?
4.      Bagaimana gejala penyakit HIV? 
5.      Bagaimana pengobatan penyakit HIV?

C.     Tujuan
1.    Mengetahui pengertian konseling  dan tujuan dari konseling.
2.    Mengetahui apa yang di maksud dengan konseling pada penyakit HIV.
3.    Mengetahui apa itu HIV.
4.    Mengetahui gejala HIV.
5.    Mengetahui bagaimana cara pengobatan HIV.

D.    Metode Laporan
Metode penulisan laporan ini yaitu menggunakan metode studi kasus. Metode studi kasus ialah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem , baik itu berupa program, kegiatan, peristiwa atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat ataupun waktu. Penelitian ini diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, dan memperoleh pemahaman dari kasus dengan pasien yang mengidap penyakit HIV.

BAB II
STUDI LITERATUR
Konseling adalah terjemahan dan kata counseling, mempunyai makna sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang (Natawijaya, 1987).[3] Sedangkan menurut Surya (1988), pengertian konseling adalah seluruh upaya bantuan yang diberikan konselor kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Dalam pembentukan konsep kepribadian yang sewajarnya mengenai : dirinya sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya, tujuan-tujuan yang hendak dicapai, dan kepercayaan diri.[4]
Selanjutnya Sukardi (2000), setelah menyarikan dari berbagai pendapat tentang pengertian konseling menyimpulkan bahwa konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahilan dan yang didasari atas norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep din dan kepercayaan diri sendiri dalam memperhaiki tingkah lakunya pada saat kini dan mungkin pada masa yang akan datang.[5] Selain itu Prayitno (2004), mendefinisikan konseling adalah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien dalam rangka pengentasan masalah klien. Dalam suasana tatap muka yang dilaksanakan interaksi langsung antara konselor dengan klien. Pembahasan masalah tersebut bersifat mendalam menyentuh hal-hal penting tentang klien (bahkan sangat penting yang boleh jadi menyangkut rahasia pribadi klien), bersifat meluas meliputi berbagai segi yang menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik mengarah pengentasan masalah klien.[6]
Dan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan, pengertian konseling adalah bantuan secara professional yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka empat mata yang dilaksanakan interaksi secara langsung dalam rangka memperoleh pemahaman diri yang lebih balk, kemampuan mengontrol diri, dan mengarahkan din untuk dimanfaatkan olehnya dalam rangka pemecahan masalah dan memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang. Pembahasan masalah yang dimaksud bersifat mendalam yang menyangkut hal-hal penting tentang kilen, bersifat luas meliputi berbagai segi permasalahan klien, serta bersifat spesifik mengarah pada pengentasan masalah klien yang urgen.
Tujuan konseling dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumTujuan layanan konseling adalah terentaskannya masalah yang dialami klien. Upaya pengentasan masalah klien ini dapat berupa mengurangi intensitasnya atas masalah tersebut, mengurangi itensitas hambatan dan/atau kerugian yang disebabkan masalah Atersebut, dan menghilangkan atau meniadakan masalah yang dimaksud. Dengan layanan konseling ini beban klien diringankan, kemampuan klien ditingkatkan dan potensi klien dikembangkan.
Tujuan khusus: Klien memahami seluk-beluk masalah yang dialami secara mendalam dan komprehensif, serta positif dan dinamis. Pemahaman yang dimaksud mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara spesifik masalah yang dihadapi klien. Pengembangan dan pemeliharaan potensi klien dan berbagai unsur positif yang ada pada dirinya merupakan latar belakang pemahaman dan pengentasan masalah kilen. Pengembangan dan pemeliharaan potensi dan unsur-unsur positif yang ada pada diri klien, diperkuat oleh terentaskannya masalah, dan berkembangnya masalah yang lain.[7]
Dalam sebuah proses konseling yang adekuat, berperan dua pihak yang saling terkait, yaitu seorang konselor dan seorang klien yang menjalin hubungan profesionalisme.
Konselor: Konselor adalah seorang ahil dalam bidang konseling, yang memiliki kewenangan dan mandat secara profesional untuk melaksanakan pemberian layanan konseling. Dalam proses konseling, konselor yang aktif mengembangkan proses konseling melalui dioperasionalkan pendekatan, teknik dan asas-asas konseling terhadap kilen. Dalam proses konseling, selain media pembicaraan verbal, konselor juga dapat menggunakan media tulisan, gambar, media elektronik, dan media pembelajaran lainnya, serta media pengembangan tingkah laku. Semua itu diupayakan konselor dengan cara-cara yang cermat dan tepat, demi terentaskannya masalah yang dihadapi klien.
Klien: Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada orang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ingin diisi; atau ada suatu yang ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya. Semuanya agar dia mendapatkan suasana pikiran dan/atau perasaan yang Iebih ringan, memperoleh nilai tambah, hidup lebih berarti, dan hal-hal positif lain nya selama menjalani hidup seharihan dalam rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh.
Proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor/pembimbing) pada kelompok kami konselor nya adalah dokter,  kepada individu yang mengalami keluhan yaitu penyakit HIV (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Konseling HIV/AIDS bersifat komunikasi rahasia antara klien dan petugas kesehatan bertujuan memungkinkan klien menghadapi stres dan menentukan pilihan pribadi berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk melakukan evaluasi risiko penularan HIV pribadi, memberikan fasilitasi perubahan perilaku, dan melakukan evaluasi mekanisme coping ketika klien dihadapkan pada hasil tes (+). Konseling pencegahan dan perubahan perilaku guna mencegah penularan. Diagnosis HIV mempunyai banyak dampak – psikologik, sosial, fisik dan spiritual HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan.
Adapun proses konseling adalah sebagai berikut:[8]
Tahap pertama: Dimulai dari membina hubungan baik dan membina kepercayaan , dengan menjaga rahasia dan mendiskusikan keterbatasan rahasia, melakukan ventilasi permasalahan, mendorong ekspresi perasaan, diutamakan dapat menggali masalah, terus mendorong klien menceritakannya. Upayakan dapat memperjelas harapan klien dengan mendeskripsikan apa yang konselor dapat lakukan dan cara kerja mereka serta memberi pernyataan jelas bahwasanya komitmen konselor akan bekerja bersama dengan klien.
Tahap kedua: Mendefinisikan dan pengertian peran, memberikan batasan dan kebutuhan untuk mengungkapkan peran dan batasan hubungan konseling, mulai dengan memaparkan dan memperjelas tujuan dan kebutuhan klien, menyusun prioritas tujuan dan kebutuhan klien, mengambil riwayat rinci – menceritakan hal spesifik secara rinci , menggali keyakinan, pengetahuan dan keprihatinan klien.
Tahap ketiga: Proses dukungan konseling lanjutan yakni dengan meneruskan ekspresi perasaan/pikiran, mengidentifikasi opsi, mengidentifikasi ketrampilan, penyesuaian diri yang telah ada, mengembangkan keterampilan penyesuaian diri lebih lanjut, mengevaluasi opsi dan implikasinya, memungkinkan perubahan perilaku, mendukung dan menjaga kerjasama dalam masalah klien, monitoring perbaikan tujuan yang terindentifikasi, rujukan yang sesuai.
Tahap empat : Untuk menutup atau mengakhiri hubungan konselin . Disarankan kepada klien dapat bertindak sesuai rencana klien menata dan menyesuaiakan diri dengan fungsi sehari-hari, bangun eksistensi sistem dukungan dan dukungan yang diakses, lalu mengidentifikasi strategi untuk memelihara hal yang sudah beruhah baik.
Untuk pengungkapan diri harus didiskusikan dan direncanakan, atur interval parjanjian diperpanjang, disertai pengenalan dan pengaksesan sumber daya dan rujukan yang tersedia, lalu pastikan bahwa ketika ia membutuhkan para konselor senantiasa bersedia membantu. Menutup atau mengakhiri konseling dengan mengatur penutupan dengan diskusi dan rencana selanjutnya, bisa saja dengan membuat perjanjian pertemuan yang makin lama makin panjang intervalnya. Senantiasa menyediakan sumber dan rujukan yang telah dikenali dan dapat diakses memastikan klien dapat mengakses konselor jika ia memilih untuk kembali ketika membutuhkan.
Konseling HIV/AIDS merupakan proses dengan 3 (tiga) tujuan umum:
1.      Dukungan psikologik misalnya dukungan emosi, psikologi sosial, spiritual sehingga rasa sejahtera terbangun pada odha dan yang terinfeksi virus lainnya.
2.      Pencegahan penularan HIV/AIDS melalui informasi tentang perilaku berisiko (seperti seks tak aman atau penggunaan alat suntik bersama) dan membantu orang untuk membangun ketrampilan pribadi yang penting untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek aman.
3.      Memastikan terapi efektif dengan penyelesaian masalah dan isu kepatuhan.
Cara untuk mencapai tujuan: 
Mengajak klien mengenali perasaannya dan mengungkapkannya, menggali opsi dan membantu klien membangun rencana tindak lanjut yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, mendorong perubahan perilaku, memberikan informasi pencegahan, terapi dan perawatan HIV/AIDS terkini, memberikan informasi tentang institusi (pemerintah dan non pemerintah) yang dapat membantu dibidang sosial, ekonomi dan budaya, membantu orang untuk kontak dengan institusi diatas.
Membantu klien mendapatkan dukungan dari system jejaring social, kawan dan keluarga membantu klien melakukan penyesuaian dengan rasa duka dan kehilangan, melakukan peran advokasi – misal membantu melawan diskriminasi, membantu individu mewaspadai hak hukumnya, membantu klien memelihara diri sepanjang hidupnya, membantu klien menentukan arti hidupnya.
Selain isu yang berkaitan langsung dengan HIV/AIDS, klien dapat menyajikan: Serangkaian isu tentang keadaan tidak langsung berkaitan dengan HIV kebutuhan terapi spesifik misalnya: disfungsi seksual, serangan panik isu terdahulu yang belum terselesaikan, misalnya: isu seksual, ketergantungan napza, masalah keluarga dll.[9]


BAB III
ISI
A. Gambaran umum tentang pasien dan keluhan pasien
Pasien datang dengan keluhan: demam, sakit tenggorokan, ruam kulit, mual, muntah, diare, kelelahan, pegal, nyeri otot dan sendi, penurunan berat badan. Lalu dokter menyarankan untuk melakukan beberapa tes, salah satunya dengan tes VCT dan hasil laboratorium menyatakan bahwa pasien positif terkena HIV.
B. Solusi konseling digunakan
            Solusi konseling yang digunakan untuk penderita HIV adalah dengan terapi ARV. Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:
  • Efavirenz
  • Etravirine
  • Nevirapine
  • Lamivudin
  • Zidovudin
Selain itu bisa menggunakan tes VCT berkala selama 90 hari. Disarankan untuk melakukan tes VCT pertama minimal setelah 3 bulan melakukan aktivitas seksual berisiko untuk memastikan apakah benar Anda terjangkit HIV. Tes kedua dilakukan setelah 3 bulan dari tes yang pertama jika hasilnya menunjukkan hasil nonreaktif (negatif), yang terakhir dilakukan tiga bulan setelah tes kedua. Untuk memastikan diagnosisnya direkomendasikan untuk menjalani tes lanjutan berjangka setiap 3 bulan. VCT dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, dan klinik penyedia layanan VCT.[10]


C. Penjelasan tentang teori konseling yang digunakan
                   Terapi antiretroviral (ARV) adalah kombinasi dari beberapa obat antiretroviral yang digunakan untuk memperlambat HIV berkembang biak dan menyebar di dalam tubuh. Obat antiretroviral sendiri adalah pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus, terutama HIV.
Obat-obatan antiretroviral yang sering digunakan untuk mengobati HIV adalah:
1.      Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NRTIs), juga disebut analog nukleosida, seperti abacavir, emtricitabine, dan tenofovir. Obat-obatan ini sering dikombinasikan untuk hasil terbaik.
2.       Nonnucleoside terbalik transcriptase inhibitor (NNRTI), seperti efavirenz, etravirine, dan nevirapine. Protease inhibitor (PI), seperti atazanavir, darunavir, dan ritonavir.
3.      Entry Inhibitors (EI), seperti enfuvirtide dan Maraviroc.
4.      Integrase Inhibitors (II), dolutegravir and Raltegravir. 
Beberapa efek samping umum dan metode meliputi:
1. Kehilangan napsu makan
Disebabkan oleh Abacavir (Ziagen).
Cara mengatasinya: Anda dapat makan beberapa porsi kecil dalam sehari sebagai pengganti 3 porsi besar. Disarankan untuk mengonsumsi suplemen atau smoothies bernutrisi untuk memastikan Anda mendapatkan cukup vitamin dan mineral, seperti mengonsumsi stimulan napsu makan, minum jus buah sebagai pengganti air putih.
2. Perubahan pada distribusi lemak tubuh (Lipodystrophy)
Disebabkan oleh rangkaian pengobatan dari NRTI dan kelas protease inhibitor.
Cara mengatasinya: Penting untuk berolahraga untuk menurunkan berat di area di mana lemak bertambah, seperti pada perut. Selain itu, Anda juga harus mendapatkan suntikan polylactic acid (New Fill, Sculptra) di wajah Anda jika Anda kehilangan lemak di area tersebut. Tanyakan dokter mengenai obat tesamorelin (Egrifta), yang mengurangi kelebihan lemak perut pada orang-orang yang mengonsumsi obat-obatan HIV.
3. Diare
Disebabkan oleh protease inhibitors dan obat-obatan lain.
Cara mengatasinya: Anda harus mengurangi asupan makanan berminyak, berlemak, pedas dan produk susu serta lemak yang tidak larut (seperti sayuran mentah, sereal gandum utuh, kacang-kacangan). Selain itu, gunakan obat anti diare yang dijual bebas seperti loperamide (Imodium) atau diphenoxylate dan atropine (Lomotil).
Disebabkan oleh berbagai obat-obatan.
Cara mengatasinya: Penting untuk mengonsumsi makanan sehat untuk memberikan tenaga lebih dan hindari alkohol serta rokok. Selain itu, Anda harus sering berolahraga.
5. Kolestrol dan trigliserida (lipid) tinggi pada darah
Disebabkan oleh: protease inhibitors dan obat-obatan lain.
Cara mengatasinya: Anda harus berhenti merokok dan olahraga lebih banyak. Selain itu, penting untuk mengurangi asupan lemak pada pola makan (bicarakan dengan ahli diet tentang cara yang paling aman) dengan mengonsumsi ikan dan makanan lain yang kaya asam lemak omega-3. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah untuk melihat kadar kolestrol dan trigliserida. Gunakan statin atau obat penurun lipid lainnya jika diperlukan.
6. Perubahan mood, depresi, gelisah
Disebabkan oleh Efavirenz (Sustiva).
Cara mengatasinya: Anda harus mengubah waktu pemberian dosis obat. Serta, hindari alkohol dan obat-obatan terlarang serta lakukan terapi atau obat-obatan antidepresan.
7. Mual dan muntah
Hampir semua obat-obatan menyebabkan efek samping ini.
Cara mengatasinya: Anda dapat mengonsumsi porsi yang lebih kecil beberapa kali dalam sehari daripada 3 porsi besar, dan konsumsi makanan hambar seperti nasi putih dan crackers. Selain itu, hindari makanan yang berlemak dan pedas. Hidangkan makanan dengan dingin dan tidak panas. Penting untuk menggunakan obat anti-emetic untuk mengendalikan mual.
8. Ruam
Disebabkan oleh: Nevirapine dan obat-obatan lain.
Cara mengatasinya: Penting untuk melembapkan kulit dengan menggunakan losion setiap hari dan hindari mandi air panas. Selain itu, gunakan sabun dan deterjen yang tidak mengiritasi. Kenakan kain yang dapat bernapas, seperti katun. Tanyakan dokter apakah Anda dapat menggunakan obat antihistamin.
9. Gangguan tidur
Disebabkan oleh: Elfavirenz (Sustiva) dan obat-obatan lain.
Cara mengatasinya: Anda harus berolahraga secara rutin. Selain itu, ikuti jadwal tidur dan hindari tidur siang. Disarankan untuk memastikan kamar tidur nyaman untuk tidur. Bersantailah sebelum tidur dengan mandi air hangat atau aktivitas yang menenangkan lainnya, serta hindari kafein dan stimulan lain beberapa jam sebelum tidur. Selain itu, bahas dengan dokter mengenai obat tidur apabila gangguan berlanjut.
Efek samping lainnya dari obat-obatan antiretroviralm meliputi:
·       Reaksi hipersensitivitas abacavir (demam, mual, muntah dan efek samping lainnya)
·       Perdarahan
·       Kerapuhan tulang
·       Penyakit jantung
·       Gula darah tinggi dan diabetes
·       Kadar asam laktik tinggi pada darah (laktik asidosis)
·       Kerusakan ginjalhati atau pankreas
·       Mati rasa, rasa terbakar atau nyeri pada tangan atau kaki akibat gangguan saraf[11]
VCT adalah singkatan dari voluntary counseling and testing, yaitu serangkaian tes untuk mengetahui Anda apakah positif atau negatif mengidap HIV. Tes VCT bersifat rahasia dan sukarela, yang berarti keputusan untuk mengikuti tes sepenuhnya pilihan Anda sendiri dan Anda memiliki hak untuk privasi mutlak.
Adapun prosedur tes VCT, berikut tahapannya:
1. Konseling
Sebelum menjalani tes, Anda akan menjalani konseling. Konseling ini bertujuan untuk mempersiapkan Anda terhadap tes HIV nantinya dan membantu Anda mengantisipasi hasilnya — apakah positif atau negatif.
Konseling ini akan dipandu oleh seorang konselor terlatih yang akan lebih dulu bertanya seputar alasan Anda mengikuti rangkaian tes VCT ini. Selanjutnya konselor akan menjelaskan kepada Anda tentang apa itu HIV, bagaimana penularannya, seberapa besar risiko Anda, hingga menjelaskan mengenai pemeriksaan, pengobatan, dan pencegahannya. Ia juga akan memperbaiki kesalahpahaman yang mungkin Anda miliki tentang HIV, serta menjelaskan pentingnya dan manfaat mengetahui status HIV Anda.
Selain itu, dia akan membahas berbagai pilihan yang tersedia bagi Anda dan memberi Anda kesempatan untuk mengajukan pertanyaan yang mungkin Anda miliki tentang HIV atau tes HIV. Anda akan didorong untuk berbicara bebas tentang ketakutan dan kekhawatiran Anda. Tenang, semua yang Anda katakan bersifat rahasia dan tidak akan dibocorkan keluar dari ruangan konseling tersebut.
Manfaat melakukan konseling sebelum tes adalah Anda jadi bisa merencanakan perawatan dan pengobatan lebih cepat apabila nantinya benar terdiagnosis positif HIV. Selain itu, pasien akan lebih memahami cara mengurangi risiko penularan dari ibu ke anak (bila pasien sedang hamil) dan mencegah infeksi menular seksual (IMS).
Namun perlu dicatat bahwa orang yang tidak menginginkan konseling sebelum tes HIV tidak akan dipaksakan untuk menjalaninya. Ini dikarenakan setiap tahap VCT memegang prinsip sukarela dan memerlukan persetujuan dari pasien itu sendiri.
2. Tes HIV
Ada tiga jenis tes antibodi HIV yang umum: tes Elisa, tes Western Blot, dan Rapid test. Lagi-lagi, dokter akan meminta persetujuan Anda sebelum menjalani tes apapun. Semua tes ini sangat handal dan akurat.
Tes Elisa dan Western blot akan mengharuskan Anda mengambil darah. Sampel darah Anda akan dikirim ke laboratorium untuk pengujian dan hasilnya akan diterima seminggu kemudian.
Rapid test mengharuskan petugas kesehatan mengambil setetes darah dengan menusuk jari Anda. Setetes darah ini akan ditempatkan di kaca obyek untuk kemudia diteteskan bahan kimia khusus. Hasil Anda akan tersedia dalam 15 menit. Jika hasilnya positif, tes yang sama akan dilakukan lagi untuk benar-benar memastikan diagnosisnya.
Tes antibodi HIV saat ini hanya bisa mendeteksi antibodi bila tubuh telah menghasilkan jumlah yang cukup. Dengan teknologi baru, Anda bisa secepatnya mendapatkan tes sebelum 3 bulan. Namun, masih ada periode di mana antibodi tidak dapat terdeteksi dalam darah sehingga Anda mungkin menerima hasil tes HIV negatif, meski masih memiliki virus di tubuh Anda.
Jika Anda melakukan seks berisiko dalam enam minggu terakhir, Anda harus melakukan tes HIV kedua dalam enam minggu kemudian untuk mengkonfirmasi hasil tes pertama yang negatif.
3. Konseling setelah tes
Setelah menjalani tes dan mendapatkan hasilnya, konselor akan menjelaskan apa arti tes tersebut secara sederhana dan jelas dalam sesi konseling setelah tes. Setelahnya, ia akan memberi waktu bagi Anda untuk memahami penjelasan tersebut dan bertanya lebih lanjut.
Jika hasilnya negatif, konselor tetap menganjurkan pasien untuk menekan risikonya terjangkit HIV/AIDS. Misalnya dengan melakukan hubungan seksual secara aman dan menggunakan kondom. Ia juga akan membantu Anda memahami kemungkinan perlu diuji ulang, mengingat adanya periode jendela.
Hasil tes positif berarti Anda telah terinfeksi HIV. Konselor akan membantu Anda melalui gejolak emosi negatif seperti syok, ketakutan, dan kemarahan. Anda akan memiliki kesempatan untuk berbicara tentang apakah Anda akan memberi tahu keluarga dan pasangan Anda atau tidak.
Konselor akan mengajak Anda untuk mendiskusikan langkah selanjutnya yang baik untuk memperbaiki kesehatan Anda, seperti perawatan dan pengobatan HIV. Ia juga akan mendiskusikan perubahan gaya hidup sehat dengan Anda. Ini bertujuan agar Anda dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kualitas hidup Anda secara keseluruhan. Konselor juga dapat merujuk Anda ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk memonitor kondisi Anda lebih lanjut.
Selain itu, orang yang positif HIV juga akan tetap dibimbing untuk mengurangi perilaku berisiko guna mencegah penularan HIV atau terkena infeksi menular seksual (IMS) lainnya.
Tes VCT dapat digunakan sebagai pencegahan utama yang efektif menurunkan risiko penularan HIV dan IMS lainnya. HIV tidak bisa disembuhkan, namun dapat dikelola dengan pengobatan antiretroviral (ARV) yang bertujuan untuk menekan perkembangan virus di dalam tubuh, termasuk memperkecil risiko penularan dari ibu ke bayi.[12]



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor/pembimbing) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konseling) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Konseling HIV/AIDS bersifat komunikasi rahasia antara klien dan petugas kesehatan bertujuan memungkinkan klien menghadapi stres dan menentukan pilihan pribadi berkaitan dengan HIV/AIDS. VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).
HIV merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga meyebabkan aqiciured immunodeficiency syndrome (AIDS) dengan gejala diantaranya yaitu demam, sakit tenggorokan, ruam kulit, mual, muntah, diare, kelelahan, pegal, nyeri otot dan sendi, penurunan berat badan (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2014). Saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Terapi antiretroviral (ARV) adalah kombinasi dari beberapa obat antiretroviral yang digunakan untuk memperlambat HIV berkembang biak dan menyebar di dalam tubuh. Obat antiretroviral sendiri adalah pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus, terutama HIV.




DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Anak di Indonesia. Jakarta: Depkes.
Depkes RI. 2014. Pedoman  Pelaksanaan Konseling dan Testing HIV Secara Sukarela. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL
Depkes RI. 2014. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral: Direktorat Jenderal PP & PL.
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2014. Info HIV dan AIDS. Jakarta: Kompenaids.
Natawijaya, Rochman. 1987. Pendekatan-Pendekatan Penyuluhan Kelompok. Bandung: Diponegoro.
Nursalam, Farah. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Murtiastuti, D. 2007. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Airlangga University Press.
Prayitno. 2004. Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suherman, dkk. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: FIP UPI.
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Surya, Mohamad. 1988. Bunga Rampai 1986-1987. Bandung: IKIP.





[1] Depkes. 2008. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Anak di Indonesia. Jakarta: Depkes.
[2] Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2014. Info HIV dan AIDS. Jakarta: Kompenaids.
[3] Natawijaya, Rochman. 1987. Pendekatan-Pendekatan Penyuluhan Kelompok. Bandung: Diponegoro.
[4] Surya, Mohamad. 1988. Bunga Rampai 1986-1987. Bandung: IKIP.
[5] Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
[6] Prayitno. 2004. Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia.
[7] Suherman, dkk. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: FIP UPI.
[8]Suherman, dkk. 2008. Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling. Bandung: FIP UPI.
[9] Nursalam, Farah. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
[10]Murtiastuti, D. 2007. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Airlangga University Press.
[11] Depkes RI. 2014. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral: Direktorat Jenderal PP & PL
[12]Depkes RI. 2014. Pedoman  Pelaksanaan Konseling dan Testing HIV Secara Sukarela. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL.

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH BIANTARA - NGAMUMULE BUDAYA SUNDA

LAPORAN PENELITIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP CAHAYA