STUDI PREFORMULASI KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN GEL MATA (Formulation of Chloramohenicol Hydrogel Ophthalmic Preparation)


BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Gel merupakan sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya  dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi  koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling  berikatan pada fase terdispersi. Dalam industri farmasi, sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan. Polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa  organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.
Sediaan obat mata biasanya dipakai untuk menghasilkan efek setempat pada pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Bentuk sediaan obat mata selain larutan dapat berupa suspensi atau salep (Hoover, 1975). Namun dari beberapa penelitian terbaru telah banyak dikembangkan sediaan gel mata, yaitu sediaan gel mata yang banyak memberikan berbagai keuntungan dibandingkan sediaan salep mata diantaranya dapat meningkatkan permeabilitas kornea dan dapat memperpanjang waktu kontak dengan mata, konsentrasi obat yang optimal direseptor sehingga bisa didapatkan bioavailabilitas yang baik. Karena sediaan mata konvensional biasanya memiliki bioavailabilitas yang rendah (Nayak et al., 2012). Sediaan gel untuk pengobatan mata harus bebas dari mikroba, dan harus dibuat steril (Ansel, 1989). Dalam pembuatan sediaan steril perlu juga diperhatikan beberapa hal seperti persiapan bahan aktif utama, tambahan, air yang digunakan, proses pengepakan, lingkungan kerja dan peralatan, serta personel yang terlibat (Remington, 2005). Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas yang dapat mengatasi konjungtivitis akut pada mata, yang disebabkan oleh mikroorganisme (Siswandono, 2000).
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana karakteristik bahan aktif kloramfenikol?
2.      Apakah alasan memilih bentuk sediaan dan bagaimana formula yang dibuat?
3.      Apakah alasan pemilihan bahan pendukung sediaan?
4.      Bagaimana perhitungan bahan dan target aksi sediaan?
5.      Bagaimana cara pembuatan sediaan?
C.    TUJUAN
Mengetahui karakteristik bahan aktif kloramfenikol, alasan memilih bentuk sediaan dan formula yang dibuat, alasan pemilihan bahan pendukung sediaan, perhitungan bahan dan target aksi sediaan, serta cara pembuatan sediaan.


BAB II
PREFORMULASI
A.      KARAKTERISTIK BAHAN AKTIF
(Rumus Bangun Kloramfenikol, sumber: USP 2006)
Chloramphenicolum
Kloramfenikol
D (-) treo-2-diklorasetamido-1-p-nitrofenilpropana-1,3-diol
C11H12Cl2N2O5     BM 323,13
Pemerian Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap.
Kelarutan Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Penandaan Pada etiket harus tertera: Daluwarsa.
Khasiat dan Penggunaan Antibiotikum (Farmakope Indonesia edisi III; 143-144)
1.      Studi farmakologi
Farmakokinetik
Farmakokinetik kloramfenikol dijelaskan sebagai berikut: kloramfenikol diserap dengan cepat kemudian mencapai kadar puncak 22 dalam darah dalam 2 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini diditribusikan ke berbagai jaringan tubuh. Dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukoronat oleh enzim glukuronil transferase. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus (Rama, 2012).
Farmakodinamik
Farmakodinamik kloramfenikol adalah bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein bakteri. Pengambatan terjadi pada produksi enzim peptidil trasferase yang merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Karena kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini dihambat dengan kadar kloramfenikol tinggi. Tingginya kadar kloramfenikol dalam darah akan menimbulkan toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini (Rama, 2012).
2.      Studi sifat fisika kimia zat aktif
a.    Kelarutan
Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P (Farmakope Indonesia edisi III; 143).
b.    Stabilitas
-Terhadap cahaya
Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya (Farmakope Indonesia edisi III; 144).
-Terhadap pH
Mc. Evoy menjelaskan bahwa pH stabil kloramfenikol berkisar 4-8, pka 5,5 (Mc. Evoy,  2004). Percobaan Aman pada Jurnal Rekayasa juga menjelaskan bahwa pH 6 adalah pH optimum untuk analisa kloramfenikol. Data ini didukung pada litertur Sunan (2006) bahwa kloramfenikol memiliki stabilitas maksimumnya dicapai pada pH 6 (Aman, 2012).
-Titik lebur
Antara 149° – 153° (Farmakope Indonesia edisi III; 143)
-Indikasi
Kloramfenikol digunakan sebagai antibiotik bersifat bakteriostatik dan mempunyai spektrum luas. Merupakan obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid akut yang disebabkan oleh salmonella sp. Kloramfenikol pada awalnya diisolasi dari Streptomyces venezuelae yang pertama kalinya diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil dari Venezuela, sekarang telah dapat dibuat melalui sintesis total, yang metodenya relatif lebih sederhana dan biayanya lebih murah. Kloramfenikol efektif terhadap riketsia dan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh mikoroorganisme, termasuk Pseudomonas sp kecuali Pseudomonas aeruginosa. Senyawa ini juga efektif untuk pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negative (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

B.     BENTUK SEDIAAN DAN FORMULA YANG DIBUAT
1.      Alasan pemilihan bentuk sediaan gel
Dalam menghadapi kasus infeksi mata, ada berbagai oftalmik konvensional formulasi di pasaran seperti tetes mata, suspensi, dan salep yang mengandung antibiotik. Namun, sediaan konvensional memiliki kekurangan yang menyebabkan bioavailabilitas obat yang buruk dalam rongga mata. Ini adalah karena obat yang dipakai ke mata, mengalami pengeringan oleh nasolacrimal, dan penyerapan kornea produktif mengurangi waktu kontak dengan mata. Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat dan waktu kontak dengan obat di mata. Salah satu caranya adalah dengan desain formulasi dalam bentuk hidrogel yang bisa memaksimalkan penyerapan obat di mata dan meminimalkan kekurangan obat sebelum penetrasi kornea (Insan et al, 2018).
Hidrogel adalah suatu preparasi yang menambahkan polimer ke dalam pemanjangan retensi obat-obat di mata, menurunkan pengeringan nasolacrimal dan meningkatkan bioavailabilitas. Polimer mampu menyerap besar jumlah air. Karena itu, ketika menetes ke mata, hidrogel memiliki mukoadhesif baik pada lapisan mukosa sampai penyerapan obat ke mata dapat dioptimalkan. Salah satu antibiotik yang biasa digunakan dalam formulasi sediaan oftalmik adalah Chloramphenicol, karena itu memiliki spektrum bakteri Gram-positif yang sangat luas, bakteri Gram-negatif, dan anaerob. Penetrasi intraokular Chloramphenicol sangat baik karena kelarutan lemaknya yang tinggi (Insan et al, 2018).
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat formulasi hidrogel sebagai sistem distribusi obat mata yang memiliki khasiat terapeutik yang baik dalam mengobati infeksi mata.
2.      Rancangan Formula
Sediaan gel mata yang akan di buat sesuai dengan formula pada tabel di bawah ini.
Bahan
Konsentrasi (% b/v)
Kloramfenikol
Carbopol
Propilenglikol
Metil paraben
Aquadest
0,5
2
10
0,25
Ad 100 ml

C.    ALASAN PEMILIHAN BAHAN
a.       Carbopol
Untuk membuat gel diperlukan gelling agent. Dalam pemilihan gelling agent harus aman dan tidak bereaksi dengan komponen yang lain. Carbopol adalah basis gel yang pembentukan gel tergantung pada pH (Allen, 2002). Gel dengan gelling agent carbopol 934 memiliki sifat yang baik dalam pelepasan zat aktif (Madan and Singh, 2010). Biasanya karbopol digunakan sebagai gelling agent dengan konsentrasi 0,5-2% (Rowe et al, 2006).
Gel carbopol 934 terbentuk pada saat netralisasi pada pH 5-10. Netralisasi dapat memperpanjang rantai carbopol 934 dengan meningkatkan repulsi agar terbentuk jaringan gel (Swarbrick and Boylan, 1992).
Carbopol 934 merupakan gelling agent yang sangat umum digunakan dalam produksi kosmetik karena kompatibilitas dan stabilitasnya tinggi (Flory, 1953, cit Lu and Jun, 1998). Gel dengan gelling agent carbopol 934 memiliki sifat yang baik dalam pelepasan zat aktif (Madan and Singh, 2010). Biasanya karbopol digunakan sebagai gelling agent dengan konsentrasi 0,5-2% (Rowe et al, 2006).
b.      Propilen glikol
Propilen glikol dengan struktur empirik C3H8O2 memiliki berat molekul 76,09 g/mol. Propilen glikol memiliki karakteristik berupa cairan bening, tidak berwarna, kental, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Propilen glikol memiliki sifat higroskopis sehingga perlu dikemas dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, tempat sejuk, dan kering. Penggunaan propilen glikol pada umumnya sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humectant, plasticizer, penstabil, dan pelarut. Propilen glikol pada penggunaannya sebagai humectant pada rentang antara 10-20%. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin, dan air serta tidak larut dalam minyak. Pada penggunaan secara topikal, propilen glikol memiliki sifat iritasi yang minimal yaitu kurang dari 10% meskipun lebih mengiritasi daripada gliserin (Owen dan Weller, 2005).
Propilenglikol digunakan sebagai humectant yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan. Propilen glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan dalam sediaan gel. Humektan merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap kualitas fisik dari sediaan gel. Gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem gel (Zath and Kushla, 1996). Humektan akan menjaga kestabilan sediaan gel dengan cara mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Oleh karena itu penggunaan gelling agent dan humektan perlu diperhatikan.
c.       Metil paraben
Metil paraben (nipagin) dengan struktur empirik C8H8O3 memiliki berat molekul 152,15 g/mol. Metil paraben memiliki karakteristik berbentuk kristal, tidak berwarna, dan tidak berbau. Fungsi utama dari metil paraben adalah pengawet, antimikroba pada sediaan kosmetika, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Metil paraben dalam penggunaannya dapat digunakan secara tunggal maupun dikombinasikan dengan anggota paraben lain maupun agen antimikroba. Sifatnya sebagai antimikroba pada spektrum luas dan pada pH dengan rentang besar. Efektifitas dari pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol 2-5% atau menggunakan kombinasi dengan paraben lain seperti propil paraben dengan jumlah metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. Penggunaan metil paraben secara umum untuk sediaan topikal berada pada rentang 0,02-0,3%. Metil paraben diperlukan dalam formulasi sediaan gel untuk mencegah kontaminasi mikroba karena tingginya kandungan air pada sediaan gel. Kombinasi konsentrasi 0,02% propil paraben dengan 0,18% metil paraben akan menghasilkan kombinasi pengawet dengan aktivitas antimikroba yang kuat.
Bahan pengawet ditambahkan untuk mencegah kontaminasi gel. Sifat bahan pengawet harus efektif pada konsentrasi rendah, tidak toksik, dan tidak mengiritasi (Sulaiman and Kuswahyuning, 2008). Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah metil paraben dan propil paraben. Biasanya metil paraben dikombinasikan dengan propil paraben. Pada penggunaan metil paraben didalam sediaan topikal sebesar 0,02-0,3%, sedangkan propil paraben sebesar 0,01-0,6% (Rowe, et al., 2006).

D.    PERHITUNGAN BAHAN
Kloramfenikol =   x 15 = 0,075 g
Karbopol  x 15 = 0,3 g
 x 15 = 1,5 g
Metil paraben   x 15 = 0,0375 g
Aquadest ad 15 ml
= 15 – (0,075+0,3+1,5+0,0375)
=15 – 1,9125     ̴ 1,9
= 12,4125    ̴ 12,4 ml

E.     TARGET AKSI
Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas yang dapat mengatasi konjungtivitis akut pada mata, yang disebabkan mikroorganisme. Konjungtivitis adalah suatu peradangan atau infeksi selaput transparan yang berada di permukaan dalam kelopak mata dan yang mengelilingi bola mata bagian luar. Bila pembuluh darah halus yang berada dalam konjunctiva meradang, maka pembuluh darah ini akan nampak. Itulah sebabnya mengapa bola mata yang berwarna putih menunjukkan warna merah (mata merah).  Berikut ini adalah beberapa penyebabnya:
  • Konjungtivitis infeksi yang terjadi akibat virus atau bakteri.
  • Konjungtivitis alergi atau reaksi alergi terhadap tungau debu atau serbuk sari.
  • Konjungtivitis iritasi yang terjadi akibat mata terkena unsur penyebab iritasi seperti sampo, air berklorin, atau bulu mata yang menggesek mata.
Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang dapat disebabkan oleh invasi mikroorganisme, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva. Pasien biasanya mengeluh mata merah, edema konjungtiva dan keluar sekret berlebih. Gejala tersebut terjadi akibat dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi. Pada kasus ini gel lebih spesifik terhadap konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri (Ratna, 2017).
BAB III
METODE PEMBUATAN

Dalam pembuatan gel semua bahan harus dilarutkan dahulu pada pelarut atau zat pembawanya sebelum pembuatan gelling agent. Jika pada formulasi terdapat pelarut organik yang polar (seperti etanol, propilenglikol), selulosa didispersikan pada fase organik, kemudian ditambahkan fase air. Agar serbuk tersebar dan untuk mencegah penggumpalan, maka temperatur pelarut awal harus dapat digunakan untuk membatasi penggumpalan dan disolusi yang tidak baik, yaitu digunakan air panas dan diaduk dengan shear secara cepat sehingga partikel-partikel terdispersi sebelum lapisan permukaannya mengembang dan melekat (lengket). Kemudian ditambahkan air dingin supaya pengembangan gel sempurna.

1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaaan gel.
2) Timbang semua bahan yang dibutuhkan.
3) Panaskan mortir dan stemper.
4) Masukkan air panas kedalam mortir, taburkan karbopol diatas air panas. Gerus sampai tebentuk gelling agent.
5) Larutkan kloramfenikol dan nipagin dengan propilenglikol, masukkan kedalam mortir  gerus homogen.


BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kloramfenikol memiliki hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih sampai putih kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau, rasa sangat pahit. Desain formulasi dalam bentuk hidrogel ini dikarenakan bisa memaksimalkan penyerapan obat di mata dan meminimalkan kekurangan obat sebelum penetrasi kornea.  Gel dengan gelling agent carbopol 934 memiliki sifat yang baik dalam pelepasan zat aktif, Propilenglikol digunakan sebagai humectant yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat dipertahankan, dan Metil paraben diperlukan dalam formulasi sediaan gel untuk mencegah kontaminasi mikroba karena tingginya kandungan air pada sediaan gel.

B.     SARAN
Diharapkan sediaan gel mata ini banyak memberikan berbagai keuntungan dibandingkan sediaan salep mata diantaranya dapat meningkatkan permeabilitas kornea dan dapat memperpanjang waktu kontak dengan mata, konsentrasi obat yang optimal direseptor sehingga bisa didapatkan bioavailabilitas yang baik.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Selanjutnya kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi kebaikan makalah ini kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V. Jr. 2002. The Ar t, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding. 2nd Ed, 301-324. Washington, D.C.: American Pharmaceutical Association.
Aman. 2012. Penentuan Kloramfenikol Dalam Daging Ayam Broiler dengan Metode High Performance Liquid Chromatography (Hplc). Jurnal Rekayasa. Volume 5, No. 1.
Ansel, H. C. 1989. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms.P.313, Jakarta: UI-Press.
Departmen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dwiastuti, Rini. 2010. Pengaruh Penambahan Cmc (Carboxymethyl Cellulose) Sebagai Gelling Agent Dan Propilen Glikol Sebagai Humektan Dalam Sediaan Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia Sinensis L). Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2.
Fauzi, Rama Prima Syahti. 2012. Resistance of Campylobacter jejuni Local Isolates Against Five Type of Antimicrobials In Vitro and In Vivo. Bogor: IPB.
Gerald K. McEvoy. 2011. AHFS Drug Information Essential. American Society of Health System Pharmacists: Bethesda, Maryland.
Hoover, J. E. 1975. Remingtons’s Pharmaceutical Sciences.15th Edition. London: The Pharmaceutical Press.
Kurniawansyah, Insan Sunan, dkk. 2018. Formulation and Evaluation of Chloramphenicol Hydrogel Ophthalmic Preparation. Journal of Young Pharmacists. Vol. 10 (2).
Madan, J. dan Singh, R., 2010, Formulation and Evaluation of Aloe Vera Topical
Gels, International Journal of Pharmaceutical Sciences, 2 (2).
Nayak, NS, BS Shogali, RS Thakur. 2012. Formulation and evaluation of pH triggered in situ opthalmic gel of moxifloxacin hydrochloride. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(2).
Owen, S. J. dan Weller, P. J., 2006, Propilen Glycol, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., and Owen, S. C. (eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition, 624, Pharmaceutical Press, UK.
Remington. 2005. The Science and Practice of Pharmacy. 21st Edition. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins.
Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. London: The Pharmaceutical Press.
Siswandono dan Soekardjo,B. 2000. Kimia Medisinal. Edisi Kedua. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
Sitompul, Ratna. 2017. Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi di Pelayanan Kesehatan Primer. E-Journal Kesehatan Indonesia. Vol. 5, No. 1.
Sunan, I.K.S. 2006. Pengaruh Cara Sterilisasi Terhadap Penguraian Kloramfenikol dalam Sediaan Tetes Mata dengan Metode Uji Dipercepat. Laporan Penelitian Sarjana Bidang Farmasi. Universitas Padjadjaran.
The United States Pharmacopeial Convention. 2006. USP edition 30. The Board of Trustees. Washington D.C.
Zath, J. L., and Kushla, G. P., Gels, in Lieberman, H. A., Lachman, L., and Schwatz, J. B. Pharmaceutical Dosage Form: Dysperse System Vol. 2. 2nd Ed. New York: Marcell Dekker, Inc.
LAMPIRAN
DESAIN KEMASAN

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH BIANTARA - NGAMUMULE BUDAYA SUNDA

LAPORAN PENELITIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP CAHAYA