MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Matan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” diputuskan oleh Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo, dalam rangka melaksanakan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta. Kemudian oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Matan ini diubah dan disempurnakan, khususnya pada peristilahannya berdasarka namanat dan kuasa Tanwir Muhammadiyah tahun 1970.
Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 berlangsung di Yogyakarta dengan bertemakan “Tajdid Muhammadiyah”, atau Pembaharuan Muhammadiyah. Adapun yang dimaksud dengan Tajdid Muhammadiyah adalah mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang, meliputi Ideologi (Keyakinan dan Cita-cita Hidup), Khittah Perjuangan, Gerak dan Amal Usaha, Organisasi, Sasaran.
Pada akhir periode “Nasakom” atau periode “Demokrasi Terpimpin” (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966) bangsa Indonesia pada umumnya, termasuk juga Persyarikatan Muhammadiyah menghadapi persoalan politik yang sangat dilematik. Pada periode rezim ini kehidupan politik Negara ditandai dengan menyoloknya dominasi PKI dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Kesempatan yang sangat bagus ini oleh PKI tidak disia-siakan guna menghantam lawan-lawan ideologinya.
Menghadapi pilihan masuk atau tidak masuk dalam lembaga situasi seperti ini, bagi Muhammadiyah benar-benar dirasakan sebagai suatu persoalan yang sangat dilematis. Kalau Muhammadiyah memilih opsi pertama, yaitu masuk ke dalam Front Nasional, Muhammadiyah akan selamat dari berbagai macam rongrongan dan fitnah, namun jelas sekali bahwa Front Nasional adalah merupakan lembaga politik, suatu lembaga yang teori perjuangannya bertolak belakang dengan “Kepribadian Muhammadiyah”, bertolak belakang dengan sibghah nya sebagai “Gerakan Dakwah Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar”. Sebaliknya kalau Muhammadiyah memilih opsi yang kedua pasti akan dikategorikan ke dalam kelompok Kontra Revolusi, suatu kekuatan yang akan di ganyang, dilindas dan dihancurkan oleh barisan Progresif Revolusioner, dan akan digulung sampai ke akar-akarnya oleh roda-roda revolusi.
Menghadapi dua pilihan yang sama-sama pahitnya seperti di atas, Muhammadiyah dalam mengambil keputusannya mempertimbangkan hal-hal  salah satu nya adalah Surat an- Nahl-16:106 yang artinya:
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah ia beriman (dia akan mendapatkan murka dari Allah), kecuali orang yang dipaksa kufur, padahal hatinya tetap tenang/konsisten dalam keimananya (dia tidak berdosa atas keterpaksaan nya itu). Akan tetapi orang yang lapang dadanya (tidak sangat terpaksa) untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya adzab yang besar”.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa cita-cita Muhammadiyah?
2.      Bagaimana Islam dalam keyakinan Muhammadiyah?
3.      Bagaimana pemikiran dan gerakan Muhammadiyah dalam bidang Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Muamalah Duniawiyah?

C.     Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cita-cita dari Muhammadiyah.
2.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Islam dalam keyakinan Muhammadiyah.
3.      Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemikiran dan gerakan Muhammadiyah dalam bidang Akidah, Ibadah, Akhlak, dan Muamalah Duniawiyah.
BAB II
MATAN KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
A.          Cita-cita Muhammadiyah
1. Makna keyakinan cita-cita hidup muhammadiyah
            Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah pada dasarnya merupakan rumusan ideologi Muhammadiyah yang menggambarkan hakekat Muhammadiyah, faham agama menurut Muhammadiyah dan misi Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.[2]
2. Matan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah
a.       Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
b.      Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
c.       Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
Al-Qur’an: Kitab Allah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sunnah rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
d.      Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya  ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang; 1. Aqidah, 2. Akhlak, 3. Ibadah, 4. Muamalah Duniawiyah.
1)      Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan churafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
2)      Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
3)      Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4)      Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya Mu’amalah Duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
e.       Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara yang adil dan makmur dan diridhai Allah. “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghaffur” (Keputusan tanwin 69-Ponorogo) Catatan Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 70 di Yogyakarta.
3. Sistematika dan pedoman untuk memahami keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah
a.       Rumusan Matan “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” terdiri dari 5 (lima) angka.
b.      5 (lima) angka tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok.
Kelompok Kesatu: Mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologis, ialah angka 1 dan 2 yang berbunyi:
1)      Muhamadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
2)      Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammadiyah SAW sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spiritual duniawi dan ukhrawi.
Kelompok kedua: Mengandung persoalan mengenai Islam agama menurut Muhammadiyah ialah angka 3 dan 4 yang berbunyi :
3)      Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan :
a)      Al-Qur’an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
b)       Sunnah Rasul: Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4)      Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang :
a)      Aqidah
b)      Akhlaq
c)      Ibadah
d)     Mu’amalat Duniawiyat
4.a. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan,  bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
4.b. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4.c. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang diturunkan oleh Rasulullah SAW tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
4.d. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepala Allah SWT.
Kelompok ketiga: Mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik Indonesia ialah angka 5 yang berbunyi:
5)      Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan bernegara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridhai Allah SWT. Baladatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghaffur.[3]
Catatan: Rumusan Matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970.
4. Pedoman untuk memahami rumusan
            “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” (KCHM) memuat hal-hal sebagai berikut:
a.       Ideologi
Istilah ideologi dibentuk oleh kata ‘ideo’ yang artinya pemikiran, khayalan, konsep atau keyakinan, dan ‘logoi’ artinya logika, ilmu atau pengetahuan. Secara harfiyah ideologi artinya pengetahuan tentang ide, keyakinan atau tentang berbagai gagasan. Destutt de Tracy (1796-Prancis) mengartikan ideologi “sebagai ‘science of ideas’, dimana di dalamnya ideologi di jabarkan sebagai jumlah program yang di harapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat”. Sedang Sastra Pratedja mendefinisikan sebagai “seperangkat gagasan atau pikiran yang berorientasi pada tindakan yang di organisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
Selanjutnya yang menyatakan bahwa setiap ideologi pasti megandung tiga unsur yaitu :
1)      Adanya suatu penafsiran terhadap kenyataan atau realitas dalam (interpretasi). Dalam hal ini Kuntowibisono mengistilahkannya dengan ‘keyakinan’, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menunjukan adanya gagasan-gagasan vital yang sudah diyakini kebenarannya untuk dijadikan dasar dan arah strategi bagi terciptanya tujuan yang telah ditentukan.
2)      Setiap ideologi memuat seperangkat nilai atau suatu ketentuan (perskripsi) moral. Dengan demikian berati setiap ideologi secara implisit memuat penolakan terhadap sistem moral lainnya.
3)      Ideologi memuat suatu orientasi pada tindakan (program aksi), ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat didalamnya (Sastra Pratedja dalam ‘Pancasila sebagai ideologi Negara, BP7 Pusat: 142).
Dengan memahami makna ideologi dengan ketiga unsurnya seperti diatas dapat ditegaskan bahwa pada setiap ideologi terdapat tiga aspek yang merupakan satu kesatuan yang utuh, yaitu:
1)      Adanya suatu realitas yang diyakini dalam hidupnya (Keyakinan Hidup).
2)      Keyakinan ini dijadikan asas atau landasan untuk merumuskan tujuan hidup yang di cita-citakannya (Cita-Cita Hidup).
3)      Cara atau ajaran yang digunakan untuk merealisasikan tujuan hidup yang di cita-citakan.
Ada pertama kalinya-ketika masih dalam konsep-Keyakinan dan Cita-Cita Muhammadiyah ini dinamakan ideologi Muhammadiyah. Namun setelah didiskusikan dan ditelaah lebih mendalam akhirnya team perumus memutuskan istilah ideologi perlu diganti dengan mencari padanannya. Semua itu denganpertibangan agar pihak lain tidak dengan mudahnya menuduh Mudammadyah memiliki ideologi tandingan terhadap ideologi Negara. Dan akhirnya team menganti istilah “Ideologi Muhammadiyah” dengan istilah “Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhmmadiyah”.
Dalam matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah pokok-pokok persoalan yang bersifat ideologi terkandung dalam angka 1 dan 2 yang mengandung inti persoalan:
1)      Asas: Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam.
2)      Keyakinan hidup: Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3)      Ajaran untuk: Agama islam ialah Agama Allah sebagai hidayah melaksanakan “asas” hidayah dan rahmat Allah kepada umat dalam mencapai cita-cita: manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan materiil, spiritual, duniawi dan ukhrawi.

1)      Fungsi “asas”
Dalam persoalan Ideoligi atau keyakinan dan cita-cita hidup maka asas/dasar atau keyakinan hidup yang berfungsi sebagai sumber yang menentukan keyakinan cita-cita hidup itu sendiri. Berdasarkan Islam, artinya ialah Islam sebagai sumber ajaran yangmenentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya. Ajaran Islan yang inti ajarannya berupa kepercayaan “tauhid” membentuk keyakinan dan cita-cita hidup,  bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata hanyalah untuk beribadah kepada Allah SWT, demi untuk mendapatkan kebhagiaan dunia dan akhirat. Hidup beribadah menurut agama Islam, ialah hidup bertaqarrub kepada Allah SWT. Dengan menunaikan amanah-Nya serta mematuhi ketentuan-ketentuan, yang menjadi peraturan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya. Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya di dunia ialah, manusia sebagai hamba Allah dan Khalifah (pengganti)-Nya yang bertugas mengatur dn membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertiban untuk kemakmurannya.
2)      Fungsi “cita-cita”
Dalam persoalan ideologi (keyakinan dan cita-cita hidup), cita-cita (tujuan) hidup berfungsi sebagai kelanjutan atau konsekuensi dari adanya “asas” hidup yng berasaskan Islam tidak bisa lain kecuali menimbulkan kesadaran dan pendirian, bahwa cita-cita atau tujuan yang akan dicapai dalam hidupnya di dunia ini, ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna beribadah kepada Allah SWT. Dalam hubungan ini, Muhammadiyah telah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya dengan rumusan “...sehingga terwujud masyarakat  Islam yang sebenr-benarnya” (AD. Pasal 3). Bagaimana bentuk atau wujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu, haus dirumuskan dalam satu konsepsi yang jelas, gamblang, dan menyeluruh. Berdasarkan keyakinan dan cita-cita idup yangberasas Islam yang dikuatkan oleh hasil penyeidikan secra ilmiah, historis dan sosiologis, Muhammadiyah berkeyakinan bahwa ajaran yang dapat digunakan untukmelaksanakan hidup yang sesuai dengan “asas”nya dan “cita-cita atau tujuan perjuangan”nya sebagai yang dimaksud, hanyalah ajaran Islam. Dan oleh karena itu sangat perlu, bahkan mutlak adanya rumusan secara konkret, sistematis, dan menyeluruh tentang berbagi konsepsi ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia atau masyarakat, sebagai isi daripad masyrakat Islam yang sebenar-benarnya.
Keyakinan dan cita-cita hdup Muhammadiyah, yang persoalan-persoalan pokoknya sebagaimana  telah diuraikan dengan singkat diatas, adalah dibentuk atau ditentukan oleh pengertian dan fahamnya mengenai agama Islam. Agama Islam adalah sumber keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Oleh karena itu, faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang esensil bagi adanya keyakina dan cita-cita hidup Muhammadiyah.
b.      Faham agama
Agam Islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam as hingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammdiyah SAW. Sebagai Nabi terakhir, ia diutus dengan membawa syari’at agama yang sempurna, untuk seluruh umat manusia sepanjang masa. Maka dari itu agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa selanjutnya.
“Agama Islam adalah apa yang disyareatkan Allah dengan perantaraan Nabi-Nabi-Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)
“Agama Islam (yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW) apa yang diturunkan Allah didalam Al-Qur’an yang tersebut didalam sunnah shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjukan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat”. (Putusan Majlis Tarjih)

1)      Dasar agama
a)      Al-Qur’an: Kitab Allah ynag diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
b)      Sunah Rasul: penjelasan dan pelaksaan ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal sesuai dengan jiwa agama Islam.
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul adalah pokok dasar hukum/ajaran Islam yang mengandung ajaran yang mutlak kebenarannya akal-pikiran atau/ al-ra’yu adalah alat untuk:
a)      Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasul.
b)      Mengetahui maksud yang tercakup dalam  Al-Qur’an dan Sunah Rasul
Sedang untuk mencari jalan atau cara melaksanakan ajaran Al-Qur’an dan Sunah Rasul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, akal pikiran yang kritis, dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang sangat luas sekali. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam bata maksud-maksud pokok ajaran agama, yang lazim disebut “ijtihad”. Dan dalam hal ini Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
2)      Ijtihad
Ijtihad menurut bahasa berasal dari akar kata “ja-ba-da” artinya mencurahkan segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Bentuk kata yang mengikuti wazan “ifti’a:lun” seperti ijtiba:dun menunjukan arti berlebih (mubalighah). Arti ijtihad dari segi bahasa ialah ”mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan”. Atau dapat diartikan juga sebagai “mengerahkan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit”.
Dari segi istilah arti ijtihad adalah “mengarahkan segala kesanggupan oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dan mengenai sesuatu hukum syara”. Majlis Tarjih XXIV merumuskan pengertian ijtihad sebagai “mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam, baik dalam bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawuf maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu. Yusuf Qardhawy memperluas kawasan pengertian ijtihad, bahwa lapangan ijtihad tidak terbatas dengan tema hukum syara’, tetapi dapat berbentuk perundang-undangan, fatwa dan penelitian (Yusuf Qhardawy Ijtihad Kontemporer. 181).
Agama Islam menegaskan bahwa agama Islam diturunkan kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk menyebar luaskan rahmat Allah diseluruh alam semesta (Al-Anbiya’-21:107). Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi utama agama islam adalah sebagai pembimbing dan pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga.
Adapun macam-macam metode ijtihad yang dipergunakan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
a)      Ijtihad bayani (semantik); yaitu ijtihad terhadap nash yang mujamal (global), baik karena belum jelas lafadz/kata/kalimat yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musyatarak, atau karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh (musytabiahat), ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arud). Dalam hal yang terakhir dipergunakan jalan ijtihad dengan jalan tarjih, yaitu apabila tidak dapat ditempuh dengan cara jama’, dan taufiq.
b)      Ijtihad qiyasy: yaitu menyeberangkan hukum yang telah ada nash-nya kepada masalah baru yang belum hukumnya berdasarkan nash, karena adanya kesamaan ‘illat.
Dan dalam masalah qiyas Muhammadiyah memberikan ketentuan sebagai berikut:
                                                          i.          Hal yang akan ditetapkan hukumnya dengan qiyas itu sudah muncul dan terjadi ditengah-tengah masyarakat.
                                                        ii.          Hal yang akan ditetapkan hukumnya memang biasanya perlu ditetapkan hukumnya karena akan diamalkan.
                                                      iii.          Hal yang akan ditetapkan hukumnya lewat qiyas bukanmerupakan hal yang termasuk ibadah madhlah.
c)      Ijtihad istislahi (filosofi); yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjuki nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya nash yang mengenai maslaah yang ada kesamaannya. Dalam yang demikian, penetapan hukum dilaukan dilakukan berdasarkan ‘illah untuk kemaslahatan. (PP. Muhammadiyah, Himpunn Majlis Tarjih)
3)      Kesatuan ajaran Islam
Muhammadiyah berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan satu “kesatuan ajaran” yang bulat, dan tidak boleh dipisah-pisahkan dan meliputi:
a)      Aqidah: ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan.
b)      Akhlak: ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental.
c)      Ibadah: ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tatacara hubungan manusia dengan Tuhan.
d)     Mu’amalat: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat.
4)      Fungsi dan misi muhammadiyah
Berdasarkan keyakinan dan cita-cita hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang muni seperi tersebut diatas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya, berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia, untuk mengatur dan membangun tanah air dan negara Indonesia, sehingga merupakan masyarakat dan negara adil dan makmur, sejahtera bahagia, materiil dan spiritual yang diridhai Allah SWT.
Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan bangsa Indonesia sampai dewasa ini, semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai oleh Muhammadiyah daripada keyakinan dan cita-cita hidupnya, bukanlah hal yang baru dan hakekatnya adalah sesuatu yang wajar. Sedangkan pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai keyakinan dan cita-cita hidpnya dalam masyarakat negara Republik Indonesia Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam dan amar maruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai jalan satu-satnya. Lebih lanjut mengenai soal ini dapat diketahui dan dipahami dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.[4]

B.     Islam dalam Keyakinan Muhammadiyah
Ketika KH A. Dahlan sudah mempunyai pengertian bahwa ternyata agama adalah sebagaimana yang kemudian difahaminya, lalu timbul pemikiran bahwa kalau begitu maka untuk melaksanakan agama islam sebagaimana yang di fahaminya itu umat islam diindonesia (bahkan nanti di seluruh didunia) harus diberi pengertian lebih dahulu tentang apa islam yang sebenarnya. Kalau sudah paham, lalu bagaimana melaksanakan islam yang sebenarnya itu.
Untuk mengajarkan islam yang sebenarnya, kemudian membimbing dan memimpin pelaksanaan islam yang sebenarnya, KH A. Dahlan merasa tidak mampu untuk melakukannya sendiri. Beliau lantas mencari orang-orang, sahabat-sahabatnya, yang sefaham. Bahkan kemudian berusaha membina angkatan muda yang akan menjadi kader untuk menangani tugas ini. Tugas apa? Memberi pengertian tentang islam yang sebenarnya kepada ummat islam lebih dahulu, kemudian memimpin pelaksanaan islam yang sebenarnya.
KH A. Dahlan, sebagaimana diutarakan terdahulu merasa tidak mampu melaksanakan tugas ini sendirian karenanya harus mencari kawan. Dan diusahakan dari kalangan sesama ulama yang sepaham. Malahan sampai juga pada pemikiran harus dengan membina tenaga-tenaga pelanjutnya.
Sesudah Muhammadiyah berdiri, yang dikerjakan dengan Muhammadiyah tiada lain adalah bagaimana merealisasikan dan memperjuangkan Islam, oleh karenanya Muhammadiyah yang sudah dilaksanakan itu harus betul-betul memahami tentang Islam, menghayati tentang Islam dan mengamalkan Islam. Harus mampu merealisasikan dan memperjuangkan Islam. Tugas inilah yang harus dikerjakan Muhammadiyah.
1.      Identitas Muhammadiyah
Telah diterangkan berdirinya Muhammadiyah didorong oleh faham agama. Dan dengan menghayati agama, mengamalkan agama, memperjuangkan agama, lalu terbetuk identitasnya. Jadi, bentuk identitas Muhammadiyah adalah agama.
Muhammadiyah yang kemudian menjadi persyarikatan yang beridentitas sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar serta gerakan tajdid, merupakan hasil pemikiran almarhum KH  A. Dahlan dalam memahami Agama Islam, dan kemudian dalam menghayati serta mengamalkan (termasuk dalam mengamalkan adalah merealisasi ajaran-ajaran dan memperjuangkan Islam) yang dapat lebih dipertegas, lahirnya Muhammadiyah, dari tiada menjadi ada, didorong oleh faham almarhum KH A. Dahlan “Apakah Agama Islam itu?”. Wujud nyatanya, bentuk, sifat serta ciri-ciri lainnya (yaitu identitasnya) dibentuk oleh penghayatan dan pengalaman almarhum KH A. Dahlan akan Agama Islam berdasarkan fahamnya. Begitulah kedudukan Agama Islam dalam Muhammadiyah.
Maka untuk dapat memahami Muhammadiyah yang sebenarnya harus dimulai dari memahami Islam yang sebenarnya. Sanggup menghayati Islam yang sebenarnya. Mau mengamalkan Islam yang sebenarnya dan bersemangat untuk memperjuangkan Islam yang sebenarnya.
Kalau orang hendak memahami Muhammadiyah akan tetapi tidak berangkat dari pemahaman yang semacam itu, maka ia hanya akan menemukan Muhammadiyah sebagai organisasi. Tidak bakal mengenali idealismenya. Tidak bakal mengenali bagaimana pemikiran lebih lanjut dalam memperjuangkan Islam. Tanpa pemahaman tentang Agama Islam seperti faham almarhum KH A.Dahlan serta kemudian tanpa penghayatan dan pengalaman Agama Islam (termasuk dalam pengalaman itu adalah merealisasikan ajaran-ajaran dan memperjuangkan cita-citanya) orang tidak akan mampu memahami dan meresapi hakikat Muhammadiyah secara pas, tepat.
Jadi, yang perlu kita kaji didalam memahami Muhammadiyah adalah tentang faham agamanya. Kalau orang tidak memahami apa Islam menurut Muhammadiyah, ia tidak akan bisa memahami hakikat Muhammadiyah. Setelah mengerti latar belakang berdirinya Muhammadiyah termasuk faktor-faktor yang mendorong berdirinya Muhammadiyah akan sampai pada kesimpulan bahwa dalam Muhammadiyah masalah agama mempunyai kedudukan yang sangat sentral. Mengapa demikian? Karena lahirnya didorong oleh faham agama. Sedang identitasnya dibentuk oleh penghayatan pengalaman agama. Karena itu tanpa memahami Agama Islam menurut faham Muhammadiyah orang tidak akan bisa memahami hakikat Muhammadiyah. Tanpa mengenali faham Muhammadiyah, tanpa mau menghayati dan mengamalkan Agama Islam, orang hanya akan mendapatkan Muhammadiyah sebagai organisasi saja. Tidak bakal mengenali idealismenya.       
2.      Arti Pentingnya Beragama Islam
Orang akan sepakat untuk mempelajari sesuatu, untuk mengkaji sesuatu, bila dia mempunyai kesadaran bahwa sesuatu yang akan dipelajari itu adalah hal yang penting.
Sebelum sampai kepada menerangkan tentang Agama Islam akan kami utarakan beberapa ayat yang menggambarkan pentingnya Agama Islam. Dan hal ini harus dijadikan dasar dalam rangka mengkaji islam. Orang akan lebih bersemangat mengkaji Islam oleh karena mengetahui bahwa Islam penting sekali bagi dirinya, bagi kaumnya, bagi bangsanya. Kalau sudah bisa memahami dan berkeyakinan serupa itu, maka orang jadi lebih bersemangat lagi dalam mempelajari Agama Islam.
Dalam tahmid ini, dalam pendasaran ini, kami kemukakan beberapa ayat Al-Qur’an. Dengan membaca ayat-ayat itu orang akan bisa mengetahui bahwa Agama Islam memang penting sekali bagi kehidupan manusia.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Artinya: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.”
3.      Prinsip-prinsip pemahaman agama islam
Ujud wahyu syari’at Allah dua macam: berupa kalam Allah dan yang bukan berupa kalam Allah. Yang berupa kalam terhimpun dalam apa yang dinamakan Kitab. Yang bukan kalam Allah hanya untuk menjelaskan kandungan Kitab.
Penjelasan yang diberikan oleh masing-masing Rasul merupakan penjelasan otentik, karena pada hakikatnya juga wahyu. Penjelasan dari wahyu yang diberikan kepada Rasul di zaman Nabi Muhammad oleh para ulama disebut As-Sunnah, dapat juga disebut Al-Hadist.
Sekarang, yang perlu kita ketahui ialah, bagaimana memahami Agama Islam menurut Muhammadiyah? Muhammadiyah mempunyai prinsip-prinsip di dalam memahami Agama Islam.
a.       Prinsip pertama
Ajaran Agama Islam (sebelum ini kita membicarakan Agama Islam,sekarang ajarannya) yang sesungguhnya, yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dia hanya satu dan tidak berubah-ubah serta merupakan kebenaran yang hakiki. Ajaran Agama Islam yang sebenarnya adalah itu. Maka manusia harus berusaha untuk memahami kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk bisa memahami ajaran Agama Islam.
b.      Prinsip kedua
Kemudian hasil pemahaman itu disusun dan dirumuskan menjadi kitab ajaran ajaran Agama Islam. Umpamanya kita berusaha memahami ajaran Agama Islam yang ada di Al-Qur’an dan as-Sunnah, kita merumuskan ajaran Agama Islam tentang shalat itu begini dan begini. Ajaran Agama Islam yang seperti itu pada hakikatnya bukan ajaran Agama Islam yang sebenarnya, tetapi merupakan ajaran Agama Islam versi seseorang.
Jadi, ajaran Agama Islam yang dirumuskan dan disusun oleh para ulama yang lalu menjadi kitab-kitab ajaran, dengan sendirinya bisa terjadi perbedaan anatara yang satu dengan yang lain, yang lantas menimbulkan mazhab-mazhab. Tidak hanya mengundang perbedaan, tapi bahkan pendapat seseorang itu bisa berubah, tidak berbeda dari ulama lain.
Muhammadiyah sendiri sudah berulang kali mengadakan perubahan keputusan tarjih. Dulu pernah mengharamkan pemasangan gambar KH A. Dahlan. Sekarang tidak lagi, karena kondisi dan situasi sudah berbeda. Dahulu, kalau gambar KH A. Dahlan dipasang di khawatirkan nanti orang bisa mendewa-dewakan KH A. Dahlan, mengkultuskan, menganggap sebagai orang kramat. Sekarang sudah tidak lagi. Apalagi sekarang sangat diperlukan untuk peragaan kalau kita menerangkan sejarah hidup KH A. Dahlan.
Ajaran Agama Islam yang dirumus dan disusun oleh manusia (ulama sebagai hasil pemikiran didalam memahami Al-Qur’an dan as-Sunnah bukanlah ajaran Agama Islam yang murni secara hakiki. Tidak menjamin kebenaran sebagai kebenaran yang hakiki. Dia bisa berbeda-beda dan bisa berubah-ubah. Begitulah untuk memberi gambaran bagaimana pandangan muhammadiyah tentang ajaran agama yang dirumuskan, disusun oleh manusia, oleh ulama.
4.      Ajaran agama islam: risalah Allah
Sudah kita ketahui prinsip-prinsip memahami Agama Islam di dalam muhammadiyah. Sebelum kami menerangkan bagaimana ajaran Agama Islam menurut faham Muhammadiyah berdasarkan prasaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah di dalam Muktamar Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di Surabaya, yang pokok-pokok pikirannya sudah diterima oleh Muktamar. Yang perlu di ketahui terlebih dahulu, bahwa Agama Islam merupakan petunjuk Allah kepada manusia dalam hidupnya didunia ini. Gunanya agar manusia dapat melaksanakan hidup dan kehidupan di dunia sesuai dengan yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah. Jadi, Agama Islam adalah: petunjuk Allah kepada manusia agar manusia dapat mengetahui hidup dan kehidupan yang bagaimanakah yang dikehendaki dan direncanakan oleh Allah. Didalam surat adz-Dzariyaat ayat 56, Allah bersabda :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Jadi jelas, bahwa Allah menciptakan serta menciptakan manusia hidup di dunia tidak ada maksud, tidak ada kehendak lain, kecuali hanya agar manusia dalam hidupnya di dunia selalu beribadah kepada Allah SWT. Karena itu Agama Islam merupakan petunjuk Allah kepada manusia, agar perilaku manusia bisa sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah : yakni agar hidupnya di dunia selalu di pergunakan untuk beribadah kepada Allah. Itulah isi kandungan ajaran Agama Islam. Jadi Agama Islam, seluruhnya, memberi pelajaran kepada manusia tentang bagaimana cara hidup beribadah kepada Allah sepanjang hidupnya di dunia ini.[5]


a.       Islam sebagai pandangan hidup
Pandangan fundamental mengenai Islam sebagai keyakinan dan pedoman hidup Muhammadiyah yang tercermin dalam pemikiran-pemikiran Islam dari Kyai Ahmad Dahlan yang bercorak tajdid, hasil-hasil pemikiran Majelis Tarjih, Masalah Lima, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Keyakinan Hidup Islami dalam Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-pemikiran Islam lainnya yang selama ini menjadi acuan nilai dan norma yang semuanya merujuk pada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang shahihah (maqblah) dengan mengembangkan ijtihad. Pandangan hidup Islami tersebut pada prinsipnya mengadung pokok-pokok pikiran tentang dasar atau landasan hidup berdasarkan Tauhid, fungsi hidup berupa ibadah dan kekhalifahan, tugas hidup beramal shalih, pedoman hidup ialah Al-Quran dan As-Sunnah, teladan hidup yakni Nabi Muhammad dan tujuam hidup untuk meraih keridhaan dan karunia Allah.
b.      Al-Islam dan kemuhammadiyahan sebagai jiwa gerakan
Bahwa keseluruhan aktivitas gerakan Muhammadiyah yang dilembagakan dan dioperasionalisasikan melalui berbagai penggarapan amal usaha dan program-program Persyarikatan maupun dalam membangun pola tingkahlaku segenap anggota Muhammadiyah senantiasa disemangati dan dilandasi oleh ruh atau jiwa Al-Islam dan Kemuhammadiyahan yang menjadi faktor pengikat ideologis baik dalam jama’ah, jami’iyah, maupun imamah ditubuh persyarikatan. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran dan pengetahuan kolektif yang menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan cara beragama yang berlandas tauhid murni, berperilaku dengan meneladani uswah hasanah Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran tajdid, beramal ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal usaha yang bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan masyarakat luas dimana Muhammadiyah berada.
c.       Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai tujuan
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya merujuk pada kualitas umat terbaik (Khaira Ummah) yang kualitas Rabbani yang dibina oleh ajaran Islam, masyarakat pengabdi Tuhan,yang memiliki pertalian kepada Allah dan kepada sesama manusia, suatu “ masyarakat dimana keutamaan, kesejahteraan, dan kebahagiaan luas merata”, dan secara umum digambarkan sebagai “baldhatun thayyibatun wa Rabbun ghafur”.
d.      Dakwah amar ma’ruf nahi munkar sebagai praksis gerakan
Komitmen gerakan Muhammadiyah dengan seluruh kegiatannya tidak lain menjalankan misi dakwah Islam yaitu menyeru kepada Al-Kair, mengajak kepada Al-Ma’ruf, mencegah dari Al-Munkar, dan mengajak beriman kepada Allah, yang dilaksanakan secara menyeluruh ke berbagai bidang kehidupan dengan pilihan-pilihan strategis sesuai dengan misi dan situasi yang dihadapai, dan cara-cara yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam, sehingga Islam menjadi rahmat bagi semesta alam.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dalam kenyataannya di lapangan kehidupan yang pusparagam memang mempunyai tantangan-tantangan yang bersifat ideologi baik secara internal maupun eksternal yang membutuhkan misi dan strategi ideologis dalam menghadapainya dengan tidak mengabaikan dimensi-dimensi lain dalam keseluruhan gerakannya. Misi dan strategi ideologis yang dimaksudkan ialah peran-peran dan langkah-langkah kebijakan yang mengandung muatan keyakinan, pemahaman, dan aksi gerakan yang mengikat secara kolektif dan keseluruhan struktur Muhammadiyah. Misi dan strategi ideologis itu haruslah diyakini dan dipahami sepenuh hati oleh seluruh anggota Muhammadiyah termasuk oleh para kader pimpinan dan pelaku amal usaha persyarikatan sebagai satu sistem gerakan dalam menghadapai tantangan-tantangan dari luar yang bersebrangan dengan misi dan kepentingan Islam.
Agar misi dan strategi ideologis itu berjalan efektif dan mencapai tujuannya maka dikalangan internal Muhammadiyah sendiri perlu dilaksanakan pembinaan ideologis sebagaimana menjadi basis pembinaan anggota yang meliputi (1) penanaman nilai-nilai Islam yang meliputi pembinaan aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalat-dunyawiyah; dan (2) pembinaan Kemuhammadiyahan menyangkut pembinaan pemahaman serta pelaksanaan gerakan, penguasan strategi perjuangan dan mengoperasionalisasikan organisasi Muhammadiyah secara mantap dan sistemik, (3) pembinaan kesadaran dan ikatan solidaritas kolektifa yang berada dalam satu kesatuan sistem jama’ah, jam’iah dan imamah Muhammadiyah guna mencapai tujuan yaitu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sebagai tugas utama kolektif dan (4) menghimpun segenap potensi dan kekuatan sebagai modal utama dalam memutuskan strategi, langkah dan perjuangan gerakan.
Karena, itu segenap warga Muhammadiyah termasuk didalamnya kader pimpinan, pengelola amal usaha dan siapapun yang berada dalam struktur lingkunan persyarikatan dituntut untuk mengikatkan diri dalam komitmen dan garis misi Muhammadiyah dengan sepenuh keyakinan, pemahaman dan konsistensi menuju pada pencapaian tujuan yaitu membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tidak boleh berkembangan kecenderungan dimana warga Muhammadiyah termasuk mereka yang berada dilingkungan amal usaha persyarikatan merasa terpisah hanya semata-mata mengurus kepentingan dirinya sendiri dan tidak memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan dan mengemban misi Muhammadiyah. Jika kecenderungan itu dibiarkan, maka Muhammadiyah tidak lebih dari sekedar tempat batu loncatan bagi kepentingan mobilitas individual orang perorang, sehingga kehilangan misi utamanya sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar demi izzul Islam wal-muslimin.
Seluruh anggota Muhammadiyah yang disebutkan itu haruslah berada dalam sistem ideologis dari gerakan Muhammadiyah itu mengandung keyakinan dan paham gerakan yang berorientasi dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar yang membutuhkan kesetiaan, pengorbanan, dan kiprah yang sepenuh hati oleh segenap anggota Muhammadiyah yang diikat dalam satu kesatuan jama’ah, jam’iyah, dan imamah di bawah kendali Pimpinan Persyarikatan dari Pusat hingga Ranting. Gerak Muhammadiyah yang tersistem dan terorganisasi secara teratur itu merupakan perwujudan risalah Allah dalam Al-Quran Surat Ash-shaff 4:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suata bangunan yang tersusun kokoh”.[6]

C.    Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah dalam Bidang Akidah, Ibadah, Akhlak dan Muamalah Duniawiyah
Dalam matan Kepribadian Muhammadiyah dinyatakan bahwa “maksud geraknya ialah dakwah islam amar makruf nahi munkar” yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dari penegasan ini jelas bahwa sasaran gerak dakwah Islam yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah terbagi menjadi 2 yaitu: perseorangan, yang terbagi pula dalam dua kelompok, yaitu; orang yang sudah Islam (umat ija:bab) dan orang yang belum Islam (umat dakwah) dan masyarakat yang mana sifat dakwah yang digerakkan Muhammadiyah berbeda-beda, disesuaikan dan kondisi masing-masing.
1.      Sifat dakwah terhadap orang yang sudah Islam (umat Ijabah)
Sifat dakwah  yang ditujakan kepada orang yang sudah Islam bukan lagi bersifat ajakan untuk menerima Islam sebagai keyakinan hidupnya,akan tetapi bersifat tajdid dalam arti pemurnian. Artinya bahwa tajdid yang dikenakan kepada golongan ini adalah bersifat  menata kembali amal keagamaan mereka sedemikian bersih dan murninya sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tajdid atau pemurnian terhadap amal keberagaman umat ijabah meliputi bidang-bidang:
a.       Akidah
Akidah yaitu ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan keyakinan hidup. Secara etimologis, makna Aqidah adalah ikatan (bundelan Jawa), sedang secara terminologis berarti kepercayaan, keyakinan, cread atau credo. Dalam ajaran Islam, ajaran yang bersangkut paut dengan masalah aqidah atau iman meliputi 6 prinsip, yaitu:
1)      Iman kepada Allah SWT
2)      Iman kepada Hari Akhir
3)      Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya
4)      Iman kepada Rasul-Rasul-Nya
5)      Iman kepada kitab-kitab-Nya
6)      Iman kepada qadla dan taqdir-Nya
Terhadap ke-6 prinsip diatas, harus diusahakan dengana sungguh-sungguh agar terhindar dari berbagai ajaran atau keyakinan yang berasal dari luar Islam, termasuk didalamnya bahwa yang paling utama adalah murninya keimanan terhadap Allah SWT. Dalam matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah disebutkan bahwa Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Dari isi matan tersebut dapat dipahami bahwa tekanan tajdid yang perlu mendapatkan perhatian yang cukup seirus adalah dalam bidang ajaran tauhid. Dan sesungguhnyalah bahwa ketiga bentuk penyakit aqidah sebagaimana yang ditegaskan dalam matan tersebut – yaitu syirik, bid’ah, dan khurafat – sebagian besar memang mengarah dan mengancam kepada ketauhidan seseorang. Sementara itu pula, masalah tauhid dalam ajaran Islam menjadi landasan yang paling mendasar yang menjadi satu-satunya penentu yang akan menentukan diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia dihadapan Allah SWT.
Terhadap orang yang telah menerima Islam, wajib baginya diluruskan, dibersihkan, dan dimurnikan ketauhidan mereka dari berbagai penyakit sebagai berikut.
1)      Syirik
Syirik dilihat dari arti bahasa adalah menyekutukan atau mensyariatkan. Sedang dari segi istilah yang dimaksud dengan syirik adalah menyekutukan Tuhan Allah dengan selainnya, baik menyekutukan dari segi zat, sifat, wujud, ataupun dari segi perbuatannya.
2)      Khurafat
Arti bahasa dari kata khurafat ialah berbagai cerita bohong. Sedangkan menurut arti istilah yang dimaksud dengan arti khurafat ialah berbagai kepercayaan yang khayali, bahwa diluar Allah ada berbagai kekuatan ghaib yang dapat menyebabkan keselamatan seseorang dan dapat pula mendatangkan mudlarat terhadap seseorang.
3)      Bid’ah
Kata bid’ah menurut arti bahasa dapat berarti model atau sesuatu yang baru yang tidak didahului oleh contoh, atau sesuatu perkara yang terjadi dengan tidak ada contohnya atau sesuatu yang diadakan dengan bentuk belum pernah ada contohnya.
b.      Akhlak
Tajdid dalam bidang akhlak adalah berupa mendidikkan dan mendayakan sikap hidup yang mulia dan terpuji, dan bersamaan dengan hal tersebut menuntunkan untuk melepaskan diri dari sikap dan kebiasaan hidup yang tercela dan menjijikkan.
Manusia adalah termasuk satu-satunya makhluk yang secara potensial menyandang gelar “abnu-taqwim”, sebagus-bagus kejadian. Namun, bukan berarti bahwa gelar semacam itu secara otomatis akan tersandang dengan sendirinya. Bahkan untuk menyandang gelar tersebut harus berjuang dengan keras mengatasi berbagai macam halangan termasuk didalamnya mengatasi kekerdilan jiwanya sendiri akibat masih dibelenggu oleh kejahilan dan oleh keburukan perangainya. Manusia yang belum terolah pribadinya oleh nur Illahi justru akan memperlihatkan sosok makhluk yang menjijikkan. Berbagai perangai buruk semacam sifat pengecut, arogan atau sombong, dengki, pemarah, bakhil, tamak atau loba dan sifat sejenis merupakan hiasan hidup yang menggetarkan. Dan satu femomena yang cukup menarik bahwa berbagai sifat diatas sangat akrab dengan nafsu manusia, hingga untuk melakukannya bukan merupakan sesuatu yang perlu diperjuangkan. Sebaliknya, untuk dapat melepaskannya, betapa pun secara bertahap ia merupakan satu pekerjaan dan perjuangan yang luar biasa beratnya. Ia ibarat merangkap dan mendaki sebuah bukit yang sangat terjal dan licin.
Dalam matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dinyatakan bahwa Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang berarti suatu ajaran nilai yang  bersifat absolut, hingga oleh karenanya memiliki kewibawaan yang dapat memaksa dan mendorong dengan sepenuh kesadaran para pendukungnya.
Tegasnya bahwa tajdid dalam bidang akhlak terhadap orang yang sudah menerima seruan Islam berupa mendidikkan dan membudayakan sikap dan berperangai yang Islami, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c.       Ibadah
Tajdid dalam bidang ibadah (ibadah mahdliah) terhadap orang yang sudah Islam adalah menuntunkan ibadah sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW tanpa tambahan perubahan dari manusia (bid’ah) serta menghilangkan kebiasaan bersikap taqlid atau membeo.
            Istilah ibadah dilihat dari arti bahasa berarti taat dan tunduk disertai dengan merendahkan diri. Pengertian ibadah menggambarkan “tunduknya seseorang terhadap ketinggian dan keunggulan orang lain, hingga ia turun dari derajat kebebasan dan melepaskan kemerdekaan untuk orang tersebut dengan meninggalkan perlawanan dan pendurhakaan serta mengikutinya dengan patuh”. Sedangkan menurut arti istilah arti istilah, sebagaimana yang dirumuskan Majelis Tarjih dinyatakan bahwa ibadah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Selanjutnya oleh Majelis Tarjih pengertian ibadah tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu:
1)      Ibadah umum atau disebut juga dengan istilah muamalat duniawiyat yaitu segala amalan yang diizinkan Allah.
2)      Ibadah khusus atau sering disebut juga dengan istilah ibadah mahdlah, ialah apa yang telah ditetapkan Allah perincian-perinciannya, tingkah laku dan cara-caranya yang tertentu.
Pengertian ibadah yang dimaksud dalam pembahasan disini adalah ibadah dalam arti khusus, atau yang disebut dengan ibadah madliyah. Ibadah ini berupa tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhan, yang cara, acara, tata cara dan upacaranya ditentukan secara terperinci dan sunnah Rasul. Terhadap bidang ini, tertutup sama sekali dari berbagai ragam ijtihad ataupun berbagai macam bid’ah, serta dalam pengalaman dan penerapannya dilarang sekedar dengan sikap taqlid semata-mata.
d.      Muamalah Duniawiyah
Dari segi bahasa mumalah duniawiyah berarti berbagai macam amalan keduniaan. Sementara kalau dilihat dari segi istilah mengandung pengertian tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Muamalah duniawiyah ini mencakup bidang secara luas, dan bukan menjadi tujuan pokok medangarap bagi diutusnya para Rasul Allah. Ia meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan sebagainya.
Bidang yang bersangkutan dengan urusan keduniaan, betapa pun bukan menjadi tujuan pokok bidang garap diutusnya para Nabi, termasuk juga Nabi Muhammad SAW, namun bukan berarti ajaran Islam sama sekali tidak menaruh perhatian kepadanya. Sebaliknya ajaran islam menaruh perhatian yang sangat serius terhadap ragam urusan keduniaan. Hal ini dikarenakan masalah keduniaan bagi Islam dianggap sebagai tempat bercocok tanam bagi kehidupan akhirat. Dan karena fungsinya seperti itu maka dapat dipahami kalau agama Islam memandang sangat positif terhadap kehidupan dunia yang hakikatnya mempunyai pertalian yang erat dengan kehidupan akhirat. Sikap positif terhadap kehidupan dunia semacam itulah yang melatarbelakangi dikukuhkannya manusia selaku khalifah Allah diatas bumi, dengan misi memperjuangkan terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang utama, adil dan makmur bahagia sejahtera.
Menata berbagai bidang yang ada dalam ruang lingkup Muamalah Duniawiyah adalah sangat diperlukan guna mengantarkan dan sekaligus menjaga kelestarian tata kehidupan masyarakat seperti diatas. Dalam hal ini, agama Islam memberikan berbagai pedoman, baik dalam bentuk kaidah-kaidah hukum yang ditegaskan dalam ajaran Islam, meliputi masalah munakahat (hukum nikah), hukum niaga, warastah (hukum waris), jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum kenegaraan), jihad (hukum perang dan damai) dan lain sebagainya. Sementara terhadap bidang-bidang keduniaan yang tidak tercakup dalam rincian diatas, Islam memberikan kaidah-kaidah moral yang diharapkan dijadikan fundamen dasar dalam mengembangkan bidang-bidang tersebut.
Tajdid dalam bidang Muamalah Duniawiyah ini adalah dalam bentuk membimbingkan, menuntunkan kepada mereka agar dalam berkiprah ditengah-tengah masyarakat dengan berbagai kegiatannya mereka selalu berpedoman kepada kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh ajaran Islam.


2.      Dakwah kepada orang yang belum Islam
Dakwah Islam kepada orang yang belum Islam adalah merupakan ajaran, seruan dan panggilan yang bersifat menggembirakan, menyenangkan atau tabsyir. Adapun tujuan utamanya ialah agar mereka bisa mengerti, memahami ajaran Islam, dan kemudian mau menerima Islam sebagai agamanya, dilakukan dengan menunjukkan mahasinul-Islam (keindahan Islam) dengan keterangan-keterangan dan tingkah laku (contoh teladan) serta tanpa paksaan.
Ajaran Islam menggambarkan dua nuansa yang berpasangan secara serasi dan harmonis. Nuansa yang pertama ialah yang penuh kegembiraan, ringan, dan menyenangkan, “basyiran”, sedang nuansa sebaliknya menggambarkan ajaran yang cukup berat, serius, menakutkan dan sedih yang dalam Al-Qur’an digambarkan dengan ungkapan “nadzi:ran”, memberi kabar peringatan. Kedua nuansa diatas jelas berkaitan dengan apa yang disebut dengan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment), berkaitan dengan surge dan neraka.
Dakwah terhadap orang yang belum hendaknya lebih kedepankan Islam dari sisi yang menggembirakan, yang ringan-ringan (enteng-entengan-Jawa) yang dapat menimbulkan kesan bahwa beragama Islam itu ternyata mudah dan menggembirakan, bukannya menambah beban dan tidak akan menimbulkan kesusahan dan kesulitan.[7]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Bentuk identitas Muhammadiyah adalah agama. Muhammadiyah yang kemudian menjadi persyarikatan yang beridentitas sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar serta gerakan tajdid.
Dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah disebutkan bahwa Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat. Juga dinyatakan bahwa “maksud geraknya ialah dakwah islam amar makruf nahi munkar” yang ditujukan kepada dua bidang: perseorangan dan masyarakat.
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai jiwa, alam pikiran dan pengetahuan kolektif yang menjadi ciri khas atau identitas Muhammadiyah yang melahirkan cara beragama yang berlandas tauhid murni, berperilaku dengan meneladani uswah hasanah Muhammad Rasulullah, mengembangkan ijtihad dan alam pikiran tajdid, beramal ilmiah dan berilmu amaliah, serta senantiasa melahirkan amal usaha yang bermanfaat dan menjadi rahmatan lil-‘alamin bagi umat dan masyarakat luas dimana Muhammadiyah berada.
B.     Saran
Kita sebagai seorang muslim dan generasi muda muhammadiyah harus bisa menjadi hamba Allah yang yang taat pada ajaran-Nya dan menjauhi larangan-Nya, Menjadi kader Muhammadiyah yang beridentitas sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar.



DAFTAR PUSTAKA
Hambali, Hamdan. 2010. Ideologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Nashir, Haedar. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Pasha, Musthafa Kamal. 2003. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis). Yogyakarta: LPPI.
Tamimi, M. Djindar. 1990. Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran, dan Amal Usaha. Malang: PT TIARA WACANA YOGYA dan UMM Press.


[1] Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta, LPPI, 2003), hal.307
[2] Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2010), hal.46
[3] Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2010), hal.49
[4] Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta, LPPI, 2003), hal.322
[5] M. Djindar Tamimi, Muhammadiyah, Sejarah, Pemikiran, dan Amal Usaha, (Malang, PT TIARA WACANA YOGYA dan UMM Press, 1990), hal.77
[6] Haedar Nashir, Ideologi Gerakan Muhammadiyah, (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2001), hal.135
[7] Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta, LPPI, 2003), hal.294

Comments

Popular posts from this blog

NASKAH BIANTARA - NGAMUMULE BUDAYA SUNDA

LAPORAN PENELITIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KECAMBAH KACANG HIJAU TERHADAP CAHAYA